This awesome blogger theme comes under a Creative Commons license. They are free of charge to use as a theme for your blog and you can make changes to the templates to suit your needs.
RSS

BIOGRAFI IMAM BURHANUDDIN AL-BIQA'I

Nama beliau adalah Abu al-Hasan Ibrahim Ibnu Umar Ibnu Hasan ar-Rubath al-Biqa’i ad-Dimasyqi asy-Syafi’i. Beliau lahir di desa Khirbat Rûhah di sebuah daerah bernama Biqa’ pada tahun 809 H. Dan wafat di Damaskus tahun 885 H. Pada usia 76 tahun.[1]
Nama al-Biqa’i diambil dari daerah asalnya yaitu lembah Biqa’ yang terletak di Libanon yang dulunya termasuk negara Suriah sebelum adanya pembagian Syam menjadi beberapa negara.[2]
Beliau lahir dari orang tua fakir yang hidup serba pas-pasan. Mereka tidak punya kekayaan dunia sama sekali. Dari asuhan kedua orang tuanya inilah al-biqa’i belajar ilmu dasar seperti membaca dan menulis.[3]
Burhanuddin al-Biqa’i hidup pada masa daulah al-Mamâlîk yaitu masa yang dimulai dari berakhirnya daulah al-Ayyûbiyyîn (648H) dan berakhir pada awal kemenangan Turki ‘Utsmaniyah (923H).[4] Pada masa itu sistem sosial masyarakat daulah al-Mamâlîk terbagi menjadi dua. Pertama, kelompok pemimpin yang terdiri dari para Sultan, pemimpin dan prajurit[5]. Kedua, kelompok masyarakat. Kelompok ini terdiri dari enam komponen yaitu:
1.      Orang kaya dari para pedagang (pengusaha).
2.      golongan menengah, yaitu para pedagang di pasar dan orang-orang yang mempunyai profesi.
3.      Para petani yang berada di pedesaan.
4.      Para kuli dan pekerja ringan.
5.      Orang-orang fakir yaitu kebanyakan para ahli fikih dan penuntut ilmu.
6.      Orang miskin dan berkebutuhan. Yaitu para peminta yang menggantungkan hidupnya pada pemberian orang lain.[6]
Di antara enam golongan di atas, yang paling dekat dengan penguasa adalah para ulama. Akan tetapi kedekatan itu hanya sebatas qadha’ (memutuskan perkara), penulisan buku dan syair-syair, dan mengajar di perguruan tinggi dan masjid.

a.  Latar Belakang Pendidikan
Kecerdasan imam al-Biqa’i sudah muncul sejak beliau masih kecil. Terbukti dengan beliau bisa selesai menyetorkan hafalan al-Qur’an kepada pamannya sejak usia sepuluh tahun.[7] Pada saat berusia 12 tahun, yaitu pada tahun 821 H. keluarganya diserang oleh sekelompok kabilah yang disebut banu mazâhim yang mengakibatkan Ayah dan pamannya terbunuh sedangkan al-Biqa’i kecil mendapatkan tiga luka pukulan pedang di badannya, salah satunya di bagian kepala[8]. Hampir saja beliau meninggal karena luka yang mengenainya. Imam al-Biqa’i kemudian diasuh oleh kakek dari ibunya yang bernama ‘Ali Ibnu Muhammad as-Salmi kemudian dibawa ke Damaskus untuk tinggal bersamanya.[9]
Al-Biqa’i mulai belajar di Damaskus dan bertalaqqi[10] berbagai ilmu kepada para ulama Syam dalam ilmu qiro’ah, tafsir, hadits, fikih, dan bahasa. Salah satu ulama besar yang menjadi gurunya adalah imam Syamsuddin Ibnu al-Jazari pada tahun 827 H[11]. Akan tetapi imam al-Biqa’i tidak lama tinggal di damaskus. Beliau meninggalkan Damaskus kemudian pergi ke al-Quds. Disana, beliau bertemu dengan para ulama dan belajar kepada mereka. Pada usia 18 tahun, beliau belajar dan menghafal dua mundzumah ibnu al-Ha’im tentang al-jabar dan perhitungan. Beliau juga mengarang sebuah mandzumah[12] dalam bidang yang sama yang diberi nama al-Bâhah.[13]
Beliau kembali ke damaskus Setelah mendengar kabar tentang kematian ibunya pada tahun 828 H. dan lama tinggal disana. Beliau menghafal setengah pertama dari kitab al-Bahjah karya ibn al-Wardi dan mengarang kitab Kifâyat al-Qâri’ Wa Ghaniyyat al-Muqri’ dalam riwayat Abu Amru. Beliau juga menghadiri pelajaran syekh Taqiyuddin Ibnu Qodli dan bermulazamah kepada syekh Tajuddin Ibnu Bahar sampai syekhnya meninggal pada tahun 831 H.[14]
Pada tahun 832 imam al-Biqa’i meninggalkan Damaskus untuk pergi ke al-Quds dan menetap di sana selama dua tahun. Di al-Quds beliau menghafal kitab at-Tuhfah karya Ibnu Hajar dan belajar kitab Kâfiyah karya ibnu al-Hajib dalam ilmu sharaf.[15]
Tidak lama kemudian, beliau tinggal di Kairo dalam beberapa waktu untuk belajar kepada para ulama besar. Di Mesir, al-Biqa’i bertemu dengan beberapa ulama setempat terutama al-Hafizh[16] Ibnu Hajar al-‘Asqolani yang selanjutnya al-Biqa’i bermulazamah[17] dan banyak berguru kepada beliau. Ibnu Hajar sangat mengagumi perannya, beliau banyak memuji al-Biqa’i dan sangat memperhitungkannya diantara murid-murid yang lain. Beliau memberinya gelar “al-‘allâmah[18] dan banyak memuji karya-karya al-Biqa’i.[19]
Pada tahun 841 H. Beliau pergi ke Hijaz untuk menunaikan ibadah haji. Beliau thawaf di Hijaz dan pergi ke Madina untuk berkunjung ke masjid nabawi dan shalat di sana.[20] Setelah selesai menunaikan haji, beliau kembali ke Mesir.[21]
Akan tetapi al-Biqa’i tidak tinggal di Kairo selamanya lantaran ada beberapa orang yang hasad ketika beliau menulis kitab Nazhm ad-Duror Fî Tanâsub al-Âyât Wa as-Suwar yang kemudian mereka membujuk para hakim dan menyebarkan fitnah antara beliau dan para sultan,[22] bahkan beliau nyaris dijatuhi hukuman mati karena banyak uraiannya yang belum populer di kalangan masyarakat,[23] sehingga membuat beliau terpaksa kembali ke Damaskus sampai beliau wafat pada malam Sabtu 18 Rajab 885 H.[24]
Burhanuddin al-Biqa’i mempunyai tulisan yang bagus, dan khat yang indah. Dari keahlian inilah beliau mencari nafkah. Beliau hidup zuhud, qona’ah, dan punya harga diri. Al-Biqa’i tidak pernah mendatangi penguasa untuk meminta pertolongan.[25]
Karena pada masa itu Damaskus dijajah oleh para tentara salib, maka beliau termasuk ulama’ yang turut serta berjihad melawan mereka. Al-Biqa’i adalah tentara yang pemberani, tidak takut pada musuh, serta tidak pernah takut pada banyaknya jumlah tentara musuh meskipun jumlah tentara muslimin sedikit.[26]
Selama hidupnya, beliau tinggal di masjid untuk menjauhkan diri dari kesenangan duniawi dan mencari ketenangan, kedamaian, dan tempat yang nyaman untuk menulis karya-karyanya serta menjauhkan diri dari orang-orang hasad yang membencinya.[27]

b.   Guru Imam al-Biqa’i
Pengenalannya terhadap ilmu-ilmu al-Qur’an diawali dengan belajar ilmu qira’ah di bawah bimbingan Ibn al-Jazari (w. 833 H) ahli qira’ah dari Suriah. Selanjutnya al-Biqa’i mendalami berbagai ilmu agama dari berbagai ulama ahli pada masanya. Di antara ulama yang menjadi gurunya adalah:
1.      Ibnu Hajar al-‘Asqolani ahli Hadits (w. 852 H).
2.      at-Taj bin Bahadir dalam bidang fikih dan nahwu (w. 877 H/1473 M).
3.      at-Taqi al-Hushani ahli hadist dan fikih (w. 835 H/1431 M).
4.      at-Taj al-Garabili ahli hadist sekaligus sejarawan (w. 835 H/ 1431 M).
5.      Abu al-Fadil al-Magrabi ahli fikih (w. 866 H/1465 M).
6.      al-Qayani sastrawan dan ahli ushul fikih (lahir 782 H/1380 M).
7.       al-‘Imad Ibnu Syaraf.[28]

c.    Karya-Karya Imam Burhanuddin al-Biqa’i
Burhanuddin al-Biqa’i adalah seorang ulama yang produktif. Disamping menulis tentang tafsir, beliau juga menulis tentang berbagi macam bidang ilmu seperti filsafat, fiqih, ushul fiqih, qira’ah, bahasa dan sebagainya. Diantara karya beliau adalah:
1.      Nazhm ad-Duror Fî Tanâsub al-Âyât Wa as-Suwar. Kitab ini diterbitkan oleh tiga penerbit; Dairât al-Ma’ârif al-Utsmâniyah India sebanyak 22 jilid, Dâr al-Kitâb al-Islâmi kairo sebanyak 22 jilid dan Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah libanon sebanyak 8 jilid.
2.      Mashâid an-Nazhar li al-Asyrâf ‘Alâ Maqâshid as-Suwar diterbitkan oleh Maktabah Dâr al-Ma’ârif di Riyadh.
3.      ‘Unwân al-Zamân Fî Tarâjum al-Syuyûkh wa al-Aqrân. Kitab ini masih berupa manuskrip di salah satu perpustakaan di turki.
4.      Aswâq al-Asywâq. Karya ini beliau tulis sebanyak 280 halaman dan masih berupa manuskrip di perpustakaan umum Rubbaht.
5.      Al-Ibâhah fî Syarh al-Bâhah. Yaitu nazham (bait) dalam bidang perhitungan sebanyak 200 halaman. Beliau menulisnya pada tahun 827 H. ketika berusia 18 tahun dan sekarang masih menjadi menuskrip di perpustakaan mesir.
6.      Jawâhir al-Bihâr fi Nazhm sîrot al-Mukhtâr. Berupa manuskrip di Dâr al-Mishriyyah sebanyak 38 halaman.
7.      Badzl an-Nushh Wa asy-Syafaqah li at-Ta’rîf Bi Shahbah yang masih menjadi manuskrip.
8.      Al-Qaul al-Mufîd Fi Ilmi at-Tajwîd. Tersimpan sebagai manuskrip di sebuah perpustakaan di Riyadh.[29]



[1]Sholah Abdul Fattah, tt, Ta’rîf ad-Dârisîn Bimanâhij al-Mufassirîn: Asyhur al-Mufassirîn Bi ar-ra’yi al-Mahmud, (Damaskus: Dar al-Qalam), Hlm. 448
[2] Burhanuddin Al-Biqa’i,  1987, Mashâ’id an-Nazhar Lil Isyrâf ‘Alâ Maqâshid as-Suwar, (Riyadh: Maktabah al-Ma’arif), cet-1, jld 1, hlm. 32
[3] Ibid.., hlm. 34
[4] Ibid.., hlm. 13
[5] Ibid., hlm 19
[6] Ibid.., hlm 20
[7] Ibid.., hlm 34
[8] Ibnu al-‘Imad, 1998, Syadzarât adz-Dzahab Fî Akhbâri Man Dzahab, (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah) cet-1, jilid 9, Hlm. 486
[9] Burhanuddin Al-Biqa’i,  1987, Mashâ’id an-Nazhar ......., hlm. 34
[10] Talaqqi secara bahasa berarti bertemu, yaitu belajar secara berhadapan dengan guru. Sedangkan secara istilah talaqqi adalah belajar ilmu agama secara langsung kepada guru yang mempunyai kompetensi ilmu, terpercaya (tsiqah), kuat hafalannya (dhabith) dan mempunyai sanad yang bersambung dengan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
[11] Ibnu al-‘Imad, Syadzarât adz-Dzahab ........, hlm. 486
[12] Manzhumah adalah bait syair yang berisi tentang ilmu tertentu.
[13] Burhanuddin Al-Biqa’i,  1987, Mashâ’id an-Nazhar ......., hlm. 35
[14] Ibid.
[15] Ibid.
[16] Al-hafizh adalah gelar untuk ahli hadits yang sudah menghafal 100.000 hadits.
[17] sistem belajar dimana murid belajar langsung kepada syaikh pada setiap cabang ilmu, mulai dari kitab terkecil sampai kitab besar, dan tidak boleh naik ke kitab selanjutnya melainkan kitab sebelumnya sudah dikuasai.
[18] Orang yang pakar dalam ilmu syariat, gelar keilmuan yang menunjukkan penyandangnya adalah seorang ulama yang ilmunya seperti lautan.
[19] Ibid., hlm. 36
[20] Ibid.
[21] Ibid., hlm. 37
[22] Ibid.
[23] M. Quraish Shihab, 2012, Tafsîr al-Misbâh, (Ciputat: Lentera Hati), cet. 5, volume 1, hlm. xxix
[24]Sholah Abdul Fattah, Ta’rîf ad-Dârisîn..., hlm. 449
[25] Ibid.
[26]Burhanuddin Al-Biqa’i, Mashâ’id an-Nadzar..., hlm. 38
[27] Ibid., hlm. 38
[28]‘Ali asy-Syaukani, tt, al-Badr ath-Thâli’ Bi Mahâsin Man Ba’da al-Qarn as-Sâbi’ (Kairo: Dar al-Ma’rifah), cet-, jilid 1, Hlm. 20
[29] Khairuddin az-Zirikli, 2002, al-A’lâm Qâmûs Tarâjim, (Beirut: Dâr al-‘Ilm al-Malâyîn), cet-13, jilid 1, hlm. 56
0 komentar

أهل التفسير: كتاب نظم الدرر في تناسب الآيات والسور للإمام برهان الدين ...



video ini menjelaskan tentang biografi salah satu ulama tafsir yaitu kitab Nadzmud Duror Fi Tanasubil Ayati Was Suwar. beliau adalah burhanuddin Al-Biqo’i
0 komentar

ISLAM KAFFAH (TOTALITAS)


Dalam Al-qur’an Allah berfirman:
يا ايها الذين امنوا ادخلوا في السلم كافة ولا تتبعوا خطوات الشيطان انه لكم عدو مبين
“Hai orang-orang yang beriman masuklah ke dalam agama islam secara kaffah dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagimu.” (Al-baqarah:208)
Pada ayat ini, Allah menyeru kepada orang-orang yang beriman agar memeluk islam secara kaffah. Yang dimaksud dengan islam kaffah adalah melaksanakan segala syariat islam secara keseluruhan, tidak memilah-milah antara aturan agama yang satu dengan yang lainnya (apabila suka dengan syariat tersebut kita laksanakan, dan apabila tidak suka kita tinggalkan) karena bisa jadi apa yang tidak kitra sukai merupakan seseatu yang baik bagi kita. Allah berfirman:
كتب عليكم القتال وهو كره لكم وعسى ان تكرهوا شيئا وهو خير لكم وعسى ان تحبوا شيئا وهو  شر لكم والله يعلم و انتم لا تعلمون
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kanu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu Allah maha mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui” (Al-baqarah 216)
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitab Nidzam Islam mendefinisikan Islam sebagai agama yang diturunkan oleh Allah swt. kepada Rasulullah saw. untuk mengatur hubungan manusia dengan penciptanya, dengan dirinya dan dengan manusia lainnya. Definisi ini menggambarkan agama Islam yang sempurna dan tidak membutuhkan yang lain. Jika digabung dengan definisi kaffah diatas, maka berarti melaksanakan aktifitas yang berhubungan dengan al-khaliq (yang berkaitan dengan aqidah dan ibadah), dirinya sendiri (yang berkatan dengan akhlak, pakaian dan makanan) serta dengan manusia yang lain (dalam hal ini mu’amalah dan uqubat) dengan aturan Allah swt. yang dibawa oleh Rasulullah saw. kesemuanya tanpa terkecuali. Dan barang siapa yang meninggalkan sebagian syariat islam, maka dia telah meninggalkan semua syariat islam karena antara syariat yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan.
Sebab turunnya (sababun nuzul) ayat ini, sesuai riwayat dari Ibnu Abbas berkaitan dengan Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya –para shahabat yang masuk Islam dan dulunya adalah pemeluk Yahudi— yang telah beriman kepada Nabi Muhammad SAW dan syariat Islam yang dibawa beliau, akan tetapi tetap mempertahankan keyakinan mereka kepada sebagian syariat Nabi Musa AS. Misalnya, mereka tetap menghormati dan mengagungkan hari Sabtu serta membenci daging dan susu unta. Hal ini telah diingkari oleh shahabat-shahabat Rasulullah SAW lainnya. Abdulah bin Salam dan kawan-kawannya berkata kepada Nabi SAW, “Sesungguhnya Taurat adalah kitabullah. Maka biarkanlah kami mengamalkannya.” Setelah itu, turunlah firman Allah surat al-Baqarah [2]: 208 di atas.
Sedangkan kaifiyah (tata cara) agar seorang mu’min bias menjadi muslim kaffah juga dijelaskan pada potongan ayat selanjutnya yaitu dengan tidak mengikuti langkah-langkah syetan karena syetan adalah musuh yang nyata bagi manusia. Al Ustadz Sayyid Quthb rahimahullah ketika mengomentari ayat di atas, beliau mengatakan: “Tatkala Allah menyeru orang-orang yang beriman agar masuk ke dalam Islam secara kaffah (total), Dia juga mengingatkan mereka dari mengikuti langkah-langkah syetan. Karena di sana tidak ada kecuali dua arah. Masuk ke dalam Islam secara kaffah atau mengikuti langkah-langkah syetan. Petunjuk atau kesesatan. Islam atau jahiliyah. Jalan Allah atau jalan syetan. Petunjuk Allah atau kesesatan syetan. dengan ketegasan seperti ini seharusnya seorang muslim mampu mengetahui akan keberadaannya, sehingga tidak terombang-ambing, tidak ragu-ragu dan tidak bingung di antara berbagai jalan dan arah.
Di sana tidak ada berbagai manhaj (metode) yang salah satunya dipilih oleh seorang mukmin, atau dicampur aduk antara yang satu dengan yang lainnya. Tidak. Sesungguhnya orang yang tidak masuk ke dalam islam secara kaffah (total), tidak menyerahkan dirinya secara tulus kepada kepemimpinan Allah dan syari’at-Nya, orang yang tidak melepasakan semua konsepsi, metode dan syari’at lainnya, sesungguhnya ia telah berada di jalan syetan serta berjalan di atas langkah-langkah syetan.
Di sana tidak ada solusi tengah, tidak ada manhaj gado-gado, tidak ada langkah setengah-setengah. Di sana yang ada hanya kebenaran dan kebathilan. Petunjuk dan kesesatan. Islam dan jahiliyah. Manhaj Allah dan kesesatan syetan. Allah menyeru orang-orang yang beriman pada bagian yang pertama untuk masuk ke dalam Islam secara total (kaffah), serta mengingatkan mereka pada bagian kedua dari mengikuti langkah-langkah syetan. Kemudian hati dan perasaan mereka tersadar dan rasa ketakutan mereka tersentak dengan peringatan permusuhan syetan terhadap mereka. Permusuhan yang sangat jelas lagi nyata, yang tidak akan pernah dilupakan kecuali oleh orang yang lalai, sedangkan kelalaian tidak akan terjadi bersama keimanan.” (Tafsir fi Zhilali al Qur’an, 1/211).
Diantara langkah-langkah syetan adalah melakukan perbuatan maksiat dan melakukan perbuatan dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar.
Imam Ibnu Qayyim Al-jauziyyah mengatakan bahwa diantara bahaya dan dampak buruk kemaksiatan adalah:
v  Terhalang melakukan ketaatan.
Kalaupun dosa itu tidak ada saksinya ketika di dunia, namun ia akan menghalangi seseorang dari melakukan ketaatan. Demikian juga, ia akan memutusnya dari melakukan ketaatan lainnya.
v  Satu kemaksiatan akan melahirkan kemaksiatan lainnya.
v  Melemahkan keinginan berbuat baik.
Dampak dari kemaksiatan adalah melemshksn keinginan berbuat baik pada diri seorang hamba. Sebaliknya, keinginan untuk berbuat maksiat semakin kuat sehingga keinginan bertaubat semakin melemah. Lambat laun, keinginan bertaubat pun akan semakin melemah.
v  Kemaksiatan menyebabkan setan jenis jin dan manusia semakin berani kepada pelaku maksiat.
Jika seorang hamba berbuat maksiat, maka setan akan semakin berani mengganggu, menggoda, membujuk, menakut-nakuti, membuatnya sedih, serta menjadikannya lupa dari sesuatu yang memberikan kemaslahatan kepadanya jika dia ingat, dan merugikan dirinya jika dia lupa.
Setan jenis manusia juga akan semakin berani kepadanya dengan melakukan segala hal yang bias dilakukannya.
Adapun syetan untuk menyesatkan manusia melalui berbagai tahapan:
Ø  Syetan jenis jin
·      Mengajak manusia untuk kufur dan syirik
·      Mengajak manusia kepada perbuatan bid’ah
·      Mengajak manusia kepada dosa-dosa besar
·      Mengajak manusia kepada dosa-dosa kecil
·      Menyibukkan manusia kepada hal-hal yang mubah sehingga lupa pada hal-hal yang wajib atau sunnah
·      Menyibukkan dengan amalan-amalan yang kurang utama dari pada amalan utama
Ø  Syetan jenis manusia
·      Mengajak umat islam agar mengikuti millah mereka. Sebagaiman afirman Allah:
ولن ترضى عنك اليهود ولا النصرى حتى تتبع ملتهم قل ان هدى الله هو الهدى ولئن اتبعت اهواءهم بعد الذي جاءك من العلم ما لك من الله من ولي ولا نصير
Dan orang-orang yahudi dan nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti millah mereka. Katakanlah “sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)” dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak aka nada bagimu pelindung danpenolong dari Allah. (QS. Al-baqarah: 120)
Dari keterangan di atas, sudah jelas bahwa cara menjadi muslim kaffah adalah dengan melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya atau tidak mengikuti langkah-langkah syetan karena syetan adalah musuh yang nyata bagi orang-orang beriman.








DAFTAR PUSTAKA
·         -------------.2007. Al-qur’an terjemah. Jakarta: CV Darussunnah
·         Al-jauziyyah, Ibnu Qayyim. 2005. Mukhtashar Ad-da’ wa Ad-dawa’. Solo: CV. Arafah Group
·         Rajih, Muhammad Qurayyim. 2010. Qobasun Minal Qur’anil Karim. Solo: Maktabah Isykarima Publishing
·         Abdurrahman, Abu Muhammad Jibril. Senin, 01 Juni 2009. Mujahedeen Never Die: Islam Kaffah (Islam Totalitas). /islam-kaffah-islam-totalitas_files/comment-iframe.htm.


0 komentar
Free Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Website templateswww.seodesign.usFree Wordpress Themeswww.freethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree CSS Templates Dreamweaver