This awesome blogger theme comes under a Creative Commons license. They are free of charge to use as a theme for your blog and you can make changes to the templates to suit your needs.
RSS

antara dua terompet itu,,,

Tak terasa kali ini kita telah berada di penghujung akhir tahun 2013. Apa yang akan kita persiapkan untuk menyambut tahun selanjutnya? Liburan ke pantai, berkemah, jalan-jalan bersama keluarga, atau kita tetap di rumah tetapi persediaan kembang api dan terompet sudah menggunung di rumah kita? Ataukah keimanan yang semakin kuat dan tebal serta amalan yang semakin banyak?
Banyak kita saksikan baik dari kalangan anak-anak sampai orang tua saling membeli kembang api dan terompet untuk menyambut tahun baru. Tak kalah pintar, para penjual mulai berkreasi untuk membuat variasi terhadap barang dagangan mereka. Ada yang membuat petasan dengan daya ledak biasa-biasa saja dan ada juga yang membuat petasan dengan daya ledak seperti bom Molotov.
Tak mau berdiam diri di rumah, para remaja berkumpul dan membuat sebuah kelompok untuk pergi ke suatu tempat dan melakukan tracking di sepanjang jalan dan tingkah laku mereka semakin urakan sehingga tak bisa dihindari angka kecelakaan dan kematian semakin meningkat pada malam dan pagi hari di tahun baru.
Bagi yang tidak punya uang untuk pergi ke tempat wisata atau membeli petasan dan terompet jangan khawatir, hanya dengan duduk di rumah dan bermodalkan satu TV, anda sudah bisa menikmati indahnya tahun baru. Karena pada dasarnya pihak media juga tak mau kalah. Alih-alih menyemarakkan tahun baru dan menghibur orang yang tidak bisa merayakannya, mereka mengadakan konser dan berbagai macam undian sambil menunggu waktu pukul 00.00 kemudian meniup terompet bersama-sama. Seakan-akan mereka mengatakan, “Tidak ada alasan untuk tidak merayakan tahun baru.” 
seorang ustadz berkata kepada santrinya ketika berada di penghujung akhir tahun, “Tahun baru besok sudah cukup memekakkan telinga, jangan kalian menambahi kebisingan dengan teriakkan-teriakkan kalian meskipun teriakkan itu karena kalian terganggu dengan ulah orang-orang yang merayakan tahun baru.”
Saudaraku, dengan adanya pergantian antara tahun sekarang dengan tahun berikutnya ada satu kenyataan yang tidak akan bisa dipungkiri oleh semua orang yaitu umur kita semakin berkurang dan kiamat akan semakin dekat. Kalau kita sudah mempersiapkan diri untuk menyambut tahun baru, apa yang telah kita persiapkan untuk menyambut kematian dan hari kiamat? Apakah persiapan kita untuk menyambut kematian dan kiamat sama dengan persiapan kita menyambut tahun baru? Atau kita lebih siap menyambut kematian dan kiamat dari pada menyambut tahun baru atau sebaliknya?
Jika ada yang berkata, “kalau tahun baru kita tahu kapan waktunya, jadi kita bisa persiapan. Sedangkan kalau mati dan kiamat kan kita tidak tahu. Bagaimana kita mempersiapkannya?”
Saudaraku, bukankah al-qur’an sudah memperingatkan kita tentang kematian dan hari kiamat? Jika kita menghitung, berapa banyak ayat Al-qur’an yang memperingatkan kita tentang kiamat? Dalam Al-Qur’an disebutkan
مَا تَسْبِقُ مِنْ أُمَّةٍ أَجَلَهَا وَمَا يَسْتَأْخِرُونَ 
“tidak ada satu umat pun yang bisa mendahului ajalnya dan tidak ada pula yang bisa menundanya” (QS. Al-hijr: 5)
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
“Setiap umat pasti akan menemui ajalnya. Apabila ajalnya tiba, tidak ada seorangpun yang bisa menundanya dan tidak ada pula yang bisa mempercepatnya sedikitpun” (QS. Al-a’raf: 34)
الْقَارِعَةُ (1) مَا الْقَارِعَةُ (2) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ (3) يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ (4) وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ (5) فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ (6) فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ (7) وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ (8) فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ (9) وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ (10) نَارٌ حَامِيَةٌ (11)
“Hari kiamat.{1} Apakah hari kiamat itu?{2} Dan tahukah kamu apakah hari kiamat itu?{3} Pada hari itu manusia seperti laron yang beterbangan.{4} Dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan.{5} Maka adapun orang yang berat timbangan (kebaikan)nya.{6} Maka dia berada di kehidupan yang memuaskan.{7} Dan adapun orang yang ringan timbangannya.{8} Maka tempat kembalinya adalah neraka hawiyah.{9} Dan tahukah kamu apakah neraka hawiyah itu?{10} (yaitu) api yang sangat panas.{11}” (QS. Al-qari’ah: 1-11)

إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا (1) وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا (2) وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا (3) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (4) بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا (5) يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ أَشْتَاتًا لِيُرَوْا أَعْمَالَهُمْ (6) فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8)
“Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat.{1} dan bumi telah mengeluarkan beban berat (yang dikandung)nya.{2} dan manusia bertanya, “apa yang terjadi pada bumi ini?”{3} pada hari itu bumi menyampaikan beritanya.{4} karena sesungguhnya tuhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu) padanya.{5} pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok, untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) semua perbuatan.{6} maka barang siapa mengerjakan kebaikan sebesar apapun niscaya dia akan melihat (balasan)nya.{7} dan barang siapa mengerjakan kejahatan sebesar apapun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.{8}” (Qs. Az-Zalzalah: 1-8)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ (1) يَوْمَ تَرَوْنَهَا تَذْهَلُ كُلُّ مُرْضِعَةٍ عَمَّا أَرْضَعَتْ وَتَضَعُ كُلُّ ذَاتِ حَمْلٍ حَمْلَهَا وَتَرَى النَّاسَ سُكَارَى وَمَا هُمْ بِسُكَارَى وَلَكِنَّ عَذَابَ اللَّهِ شَدِيدٌ (2)
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada tuhanmu; sungguh, guncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar. (ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya, semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anaknya dan setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tapi azab Allah itu sangat berat.” (Qs. Al-Hajj:1-2)
Adapun hikmah dirahasiakannya waktu datangnya kematian dan kiamat adalah agar manusia selalu berbuat baik dan senantiasa beramal shalih karena sebagaimana yang telah diketahui bahwasanya fitrah manusia adalah menginginkan yang enak-enak. Apabila hari kiamat dan ajal sudah diketahui sejak dia lahir, pasti manusia akan melakukan apapun yang dia mau baik yang termasuk ketaatan maupun kemaksiatan kemudian setelah ajalnya dekat, dia mulai bertaubat dan melakukan amalan-amalan shalih.
saudaraku, dari beberapa ayat di atas kita bisa menemukan ada beberapa persamaan dan perbedaan antara tahun baru dan hari kiamat, kita akan mendapatkan hasil sebagai berikut:
Persamaan:
1. Sama-sama membuat orang lupa diri
2. Sama-sama ada tiupan terompet
3. Sama-sama ada petasan dan kembang api
4. Semua orang tidak bisa tidur
5. Sama-sama merupakan peristiwa besar
Perbedaan:
1. Kalau di tahun baru semua orang lupa diri karena dia terlalu senang dalam mengikuti parade atau perayaan lainnya, di hari kiamat semua orang akan lupa diri karena takut akan adanya musibah besar yang akan terjadi
2. Di tahun baru semua orang meniup terompet dan mereka merasa senang karena bisa berpartisipasi merayakan tahun baru, di hari kiamat semua orang akan mendengarkan suara terompet dan mereka merasa takut dan menyesal karena mereka menemui hari kiamat
3. Di tahun baru orang-orang menyalakan kembang api dan petasan agar suasana tahun baru semakin meriah, ketika kiamat Allah membuat gunung-gunung meletus dan mengeluarkan larva dan semua isi yang terkandung di dalamnya.
4. Di tahun baru, orang-orang tidak bisa tidur menunggu jarum jam menunjukkan pukul 00.00 kemudian saling mengirim ucapan selamat tahun baru dan merayakannya sampai pagi. Di hari kiamat, semua orang tidak bisa tidur karena mereka takut pada kematian dan bencana yang akan menimpa mereka.
5. Tahun baru merupakan peristiwa besar bagi yang merayakannya terbukti dengan banyaknya acara yang dilangsungkan pada hari itu. Hari kiamat merupakan peristiwa besar bagi semua orang terbukti dengan adanya kalamullah yang berbunyi “Wahai manusia! Bertakwalah kepada tuhanmu; sungguh, guncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar. (ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya, semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anaknya dan setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tapi azab Allah itu sangat berat.” (Qs. Al-Hajj:1-2) 
6. semua orang melakukan persiapan (seperti liburan, berkemah, membeli petasan, kembang api, terompet dan lain-lain) untuk menyambut tahun baru kecuali orang-orang yang beriman. Sedangkan di hari kiamat hanya orang yang berimanlah yang mempersiapkan diri untuk menyambutnya. Dan masih banyak perbedaan –perbedaan lainnya.
Mulai sekarang, apa yang akan kita persiapkan untuk menyambut peristiwa terbesar tersebut?
Wallahu a’lam bish-showab 



(alea amany)

0 komentar

التفسير المقارن سورة البقرة: 144





التفسير الطبري
القول في تأويل قوله تعالى: {وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي خَرَابِهَا}
قال أبو جعفر: قد دللنا فيما مضى قبل على أن تأويل الظلم: وضع الشيء في غير موضعه. وتأويل قوله: (ومن أظلم) ، وأي امرئ أشد تعديا وجراءة على الله وخلافا لأمره، من امرئ منع مساجد الله أن يعبد الله فيها؟
و"المساجد" جمع مسجد: وهو كل موضع عبد الله فيه. وقد بينا معنى السجود فيما مضى. فمعنى"المسجد": الموضع الذي يسجد لله فيه، كما يقال للموضع الذي يجلس فيه:"المجلس"، وللموضع الذي ينزل فيه:"منزل"، ثم يجمع:"منازل ومجالس" نظير مسجد ومساجد. وقد حكي سماعا من بعض العرب"مساجد" في واحد المساجد، وذلك كالخطأ من قائله.
وأما قوله: (أن يذكر فيها اسمه) ، فإن فيه وجهين من التأويل. أحدهما: أن يكون معناه: ومن أظلم ممن منع مساجد الله من أن يذكر فيها اسمه، فتكون"أن" حينئذ نصبا من قول بعض أهل العربية بفقد الخافض، وتعلق الفعل بها.
والوجه الآخر: أن يكون معناه: ومن أظلم ممن منع أن يذكر اسم الله في مساجده، فتكون"أن" حينئذ في موضع نصب، تكريرا على موضع المساجد وردا عليه.
وأما قوله: (وَسَعَى فِي خَرَابِهَا) ، فإن معناه: ومن أظلم ممن منع مساجد الله أن
يذكر فيها اسمه، وممن سعى في خراب مساجد الله. فـ "سعى" إذًا عطف على "منع". فإن قال قائل: ومن الذي عنى بقوله: (ومن أظلم ممن منع مساجد الله أن يذكر فيها اسمه وسعى في خرابها) ؟ وأي المساجد هي؟
قيل: إن أهل التأويل في ذلك مختلفون، فقال بعضهم: الذين منعوا مساجد الله أن يذكر فيها اسمه هم النصارى، والمسجد بيت المقدس.
 ذكر من قال ذلك:
حدثني محمد بن عمرو قال، حدثنا أبو عاصم قال، حدثنا عيسى، عن ابن أبي نجيح، عن مجاهد في قول الله: (ومن أظلم ممن منع مساجد الله أن يذكر فيها اسمه وسعى في خرابها) ، النصارى كانوا يطرحون في بيت المقدس الأذى، ويمنعون الناس أن يصلوا فيه.
وقال آخرون: هو بُخْتَنَصَّر وجنده ومن أعانهم من النصارى، والمسجد: مسجد بيت المقدس.
 ذكر من قال ذلك:-
حدثنا بشر بن معاذ قال، حدثنا يزيد بن زريع، عن سعيد، عن قتادة قوله: (ومن أظلم ممن منع مساجد الله أن يذكر فيها اسمه) ، الآية، أولئك أعداء الله النصارى، حملهم بغض اليهود على أن أعانوا بختنصر البابلي المجوسي على تخريب بيت المقدس.
وقال آخرون: بلى عنى الله عز وجل بهذه الآية مشركي قريش، إذ منعوا رسول الله صلى الله عليه وسلم من المسجد الحرام.
ذكر من قال ذلك:
حدثني يونس بن عبد الأعلى، قال، حدثنا ابن وهب قال: قال ابن زيد في قوله: (ومن أظلم ممن منع مساجد الله أن يذكر فيها اسمه وسعى في خرابها) ، قال: هؤلاء المشركون، حين حالوا بين رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم الحديبية وبين أن يدخل مكة حتى نحر هديه بذي طوى وهادنهم، وقال لهم:"ما كان أحد يرد عن هذا البيت، وقد كان الرجل يلقى قاتل أبيه أو أخيه فيه فما يصده، وقالوا: لا يدخل علينا من قتل آباءنا يوم بدر وفينا باق!
وفي قوله: (وَسَعَى فِي خَرَابِهَا) قال: إذْ قطعوا من يعمرها بذكره، ويأتيها للحج والعمرة.
قال أبو جعفر: وأولى التأويلات التي ذكرتها بتأويل الآية قول من قال: عنى الله عز وجل بقوله: (ومن أظلم ممن منع مساجد الله أن يذكر فيها اسمه) النصارى. وذلك أنهم هم الذين سعوا في خراب بيت المقدس، وأعانوا بختنصر على ذلك، ومنعوا مؤمني بني إسرائيل من الصلاة فيه بعد منصرف بختنصر عنهم إلى بلاده.
والدليل على صحة ما قلنا في ذلك، قيام الحجة بأن لا قول في معنى هذه الآية إلا أحد الأقوال الثلاثة التي ذكرناها، وأن لا مسجد عنى الله عز وجل بقوله: (وَسَعَى فِي خَرَابِهَا) ، إلا أحد المسجدين، إما مسجد بيت المقدس، وإما المسجد الحرام. وإذ كان ذلك كذلك = وكان معلوما أن مشركي قريش لم يسعوا قط في تخريب المسجد الحرام، وإن كانوا قد منعوا في بعض الأوقات رسول الله صلى الله عليه وسلم وأصحابه من الصلاة فيه = صح وثبت أن الذين وصفهم الله عز وجل بالسعي في خراب مساجده، غير الذين وصفهم الله بعمارتها. إذ كان مشركو قريش بنوا المسجد الحرام في الجاهلية، وبعمارته كان افتخارهم، وإن كان بعض أفعالهم فيه، كان منهم على غير الوجه الذي يرضاه الله منهم.
وأخرى، أن الآية التي قبل قوله: (ومن أظلم ممن منع مساجد الله أن يذكر فيها اسمه) ، مضت بالخبر عن اليهود والنصارى وذم أفعالهم، والتي بعدها نبهت بذم النصارى والخبر عن افترائهم على ربهم، ولم يجر لقريش ولا لمشركي العرب ذكر، ولا للمسجد الحرام قبلها، فيوجه الخبر - بقول الله عز وجل: (ومن أظلم ممن منع مساجد الله أن يذكر فيها اسمه) - إليهم وإلى المسجد الحرام.
وإذْ كان ذلك كذلك، فالذي هو أولى بالآية أن يوجه تأويلها إليه، وهو ما كان نظير قصة الآية قبلها والآية بعدها، إذ كان خبرها لخبرهما نظيرا وشكلا إلا أن تقوم حجة يجب التسليم لها بخلاف ذلك، وإن اتفقت قصصها فاشتبهت.
فإن ظن ظان أن ما قلنا في ذلك ليس كذلك، إذْ كان المسلمون لم يلزمهم قط فرض الصلاة في [المسجد المقدس، فمنعوا من الصلاة فيه فيلجئون] توجيه قوله (ومن أظلم ممن منع مساجد الله أن يذكر فيها اسمه) إلى أنه معني به مسجد بيت المقدس - فقد أخطأ فيما ظن من ذلك. وذلك أن الله جل ذكره إنما ذكر ظلم من منع من كان فرضه الصلاة في بيت المقدس من مؤمني بني إسرائيل، وإياهم قصد بالخبر عنهم بالظلم والسعي في خراب المسجد. وإن كان قد دل بعموم قوله: (ومن أظلم ممن منع مساجد الله أن يذكر فيها اسمه) ، أن كل مانع مصليا في مسجد لله، فرضا كانت صلاته فيه أو تطوعا-، وكل ساع في إخرابه فهو من المعتدين الظالمين.

لباب النقول
قوله تعالى: (ومن أظلم)
أخرج ابن أبي حاتم من الطريق المذكور: إن قريشا منعوا النبي – صلى الله عليه وسلم – الصلاة عند  الكعبة في المسجد الحرام، فأنزل الله: (ومن أظلم ممن منع مسجد الله)
وأخرج ابن خريرعن ابن زيد قال: نزلت في المشركين حين صدوا رسول الله من مكة يوم الحديبية

أسباب النزول للواحدي
قوله تعالى : (ومن أظلم ممن منع مساجد الله) الاية، نزلت في ططوس الرومي وأصحابه من النصارى، وذلك أنهم غزوا بني إسرائيل، فقتلوا مقاتلهم، وسبوا ذراريهم، وحرقوا التوراة، وخربوا بيت المقدس، وقذفوا فيه الجيف. وهذا قول ابن عباس في رواية الكلبي.
وقال قتادة و السدي: هو يختنصر وأصحابه غزوا اليهود وخربوا بيت المقدس، وأعانتهم على ذلك النصارى من أهل الروم.
وقال ابن عباس في رواية عطاء. نزلت في مشركي أهل مكة ومنعهم المسلمين من ذكر الله تعالى في المسجد الحرام.

الترجيح
مقارنة الأقوال: ولدى الموازنة بين اللأقوال المفسرين الثلاثة يدرك الناظر وللوهلة الأولى أن الإمام الطبري كانت له قدم السابق في التفسير بالمأثور، فقد ذكر المعنى أولا ثم ساق الروايات بأسانيدها تامة حتى تنتهي إليه، متضمنة الأحاديث النبوية الصحيحة. ثم رجح استنادا إلى الدليل المعتبر وهو السنة النبوية.
أما الإمام السيوطي فقد روى الحديث من غير سند
أما الواحدي فقد أورد أقوال الصحابة منسوبة إلى قائلها من غير سند، ولم يعرض للراجح من الأقوال.
وفي ضوء المقارنة بين ما تقدم من الأقوال والوقوف على نتائج يتضح تفوق الطبري بالمأثور والعناية به، والانفراد بالإمامة فيه بذكره الروايات المتعددة بأسانيدها المنتهيةإليه عن الرسول – صلى الله عليه وسلم- مرجحا.

والله تعالى اعلم
0 komentar

WANITA DI BELAKANG IMAM SYAFI'I


Beliau adalah Fatimah binti ubaidillah azdiyah. Nasab ke suku al-azd di yaman, seperti dikuatkan oleh al-baihaqi.
Sedangkan menurut sejarawan lain, Fatimah adalah ahlul bait. Keturunan Rasulullah SAW dari jalur ubaidillah bi hasan bin husein bin ali bin abi thalib.
Ia adalah madrasah pertama bagi syafi’i. sejak berumur dua tahun, Fatimah terpaksa harus membesarkan buah hatinya sendirian lantaran sang suami, idris bin abbas bin usman bin syafi’I meninggal di ghaza.
Fatimah adalah sosok yang cerdas. Ia adalah sosok yang tegar dan tidak pernah mengeluh .. ketika suaminya wafat, tak sedikitpun harta ia warisi. Dengan kondisi serba kekurangan, ian berjuang untuk memberikan yang terbaik untuk anak semata wayangnya. Keinginannya satu, kelak buah hatinya tersebut bisa menjadi figure hebat dan bermanfaat bagi semua.
Mereka pun berpindah ke makkah. Kota suci itu dipilih agar Fatimah bisa mempertemukan syafi’I dengan keluarga besarnya dari suku quraisy.
Syafi’I menuturkan, langkah ini ditempuh ibunya karena ia khawatir hidup syafi’I sia-sia. “ibuku ingin agar aku seperti keluarga di makkah. Ibuku takut aku kehilangan nama besar keluargaku bila tetap tinggal dan besar di luar makkah.”
Tak hanya itu, Fatimah ingin anaknya belajar bahasa Arab langsung dari suku hudzail. Konon kabilah ini terkenal dengan kefasihan bahasa. Ajaran ini kelah membekas. Imam syafi’I bukan hanya dikenal sebagai ahli fikih, melainkan juga pakar seni sastra dengan kumpulan puisi gubahannya.
Imam asymal (pakar bahasa Arab) berkata, “aku membaca sya’ir-sya’ir dari suku hudzail di depan pemuda dari quraisy yang bernama Muhammad ibn idris (nama imam syafi’i).”
Di makkah, Fatimah tinggal bersama syafi’I kecil di kampung Al-Khaif. Nasab boleh tinggi dan terhormat, tetapi taraf ekonomi mereka di level bawah. Syafi’I menuturkan senduru tentang kondisi ibunya yang miskin.
“aku tumbuh sebagai seorang anak yatim di bawah asuhan ibuku, dan tidak ada harta pada beliau yang bisa diberikan kepada guruku. Ketika itu guruku merasa lega apabila aku menggantikannya saat dia pergi.”
Imam an-nawawi pernah menceritakan bagaimana peran ibu di belakang penguasaan imam syafi’I terhadap fiqh. Ibu imam syafi’I adalah seorang wanita berkecerdasan tinggi tapi miskin. Namun bisa dikatakan kesetiaannya berada di belakang anaklah yang menjadikan imam syafi’I menjadi ilmuwan sejati hingga saat ini. Di mekkah, imam syafi’I dan ibunya tinggal di dekat syi’bu al-khaif. Di sana, meski hidup tanpa suami, sang ibu telah sukses menerjemahkan visi jangka panjang untuk membawa nama harum sang anak ke depan Allah ta’ala. Sekalipun hidup sebatang kara,hal itu tidak menghalangi sang ibu untuk menempatkan anaknya dalam kultur pendidikan agama yang terbaik di mekkah. Sang ibu sadar, ia tidak memiliki uang banyak, namun kecintaannya terhadap Allah dan buah hatinya, sang ibu bisa meluluhkan sang guru untuk rela mengajarimam syafi’I meski tanpa bayaran. Meskipun hidup dalam kemiskinan, imam syafi’I tidak menyerah dalam mencintai islam  dan meniba ilmu. Beliau sampai harus mengumpulkan pecahan tembikar, potongan kulit, pelepah kurma, dan tulang unta sebagai tempat untuk menulis ilmu yang dia dapatkan sampai-sampai tempayan milik ibunya penuh dengan tulang-tulang, pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah bertuliskan hadits-hadits Nabi.
Hingga pada usia sebelum beranjak ke 15 tahun, syafi’I menyampaikan keinginannya kepada sang ibu yang sangat dikasihinya tentang sebuah keinginan seorang anak untuk menambah ilmu diluar mekkah. Mulanya sang bunda menolak. Berat baginya melepaskan syafi’i. dalam sebuah kondisi dimana beliau berharap kelak imam syafi’I tetap berada bersamanya untuk menjaganya di hari tua. Namun demi ketaatan dan kecintaan kepada ibundanya, maka mulanya beliau terpaksa membatalkan keinginan itu. Meskipun demikkian akhirnya sang bunda mengizinkan imam syafi’I untuk memenuhi hajatnya untuk menuntut ilmu ke luar kota. Sebelum melapaskan syafi’I berangkat, ibunda imam syafi’I menjatuhkan doa di tengah rasa haru orang tua kandung memiliki anak yang telah jatuh hati pada ilmu, “ya Allah tuhan yang menguasai seluruh alam! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keridhaan-Mu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut ilmu pengetahuan peninggalan pesuruhmu. Oleh karena itu aku bermohon kepadaMu ya Allah mudahkanlah urusannya. Peliharalah keselamatannya. Panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan ilmu pengetahuan yang berguna amin!”
Setelah usai berdoa, sang ibu memeluk syafi’I kecil dengan penuh kasih saying bersama linangan air mata membanjiri jilbabnya. Ia sangat sedih betapa sang anak akan segera berpisah dengannya. Sambil mengelap air mata dari wajahnya, sang ibu berpesan, “pergilah anakku. Allah bersamamu. Insya Allah engkau menjadi bintang ilmu yang paling gemerlap di kemudian hari. Pergilah sekarang karena ibu telah ridha melepasmu. Ingatlah bahwa Allah adalah sebaik tempat untuk memohon perlindungan!” subhanallah..
Selepas mendengar doa itu, imam syafi’I mencium tangan sang ibu dan mengucapkan selamat tinggal kepada ibunya. Sambil meninggalkan wanita paling tegar dalam hidupnya itu, Imam Syafi’i melambaikan tangan mengucapkan salam perpisahan. Ia berharap ibundanya senantiasa mendo’akan untuk kesejahteraan dan keberhasilannya dalam menuntut Ilmu.
Imam Syafi’i tak sanggup menahan sedihnya, ia pergi dengan lelehan airmata membanjiri wajahnya. Wajah yang mengingatkan pada seorang ibu yang telah memolesnya menuju seorang bergelar ulama besar. Ya ulama besar yang akan kenang sampai kiamat menjelang.
Itulah peran yang ditopang seorang ibu yang selalu memasrahkan buah hatinya kepada Allah berserta kekuatan tauhid yang menyala-nyala. Inilah karakter sejati seorang ibu yang telah menyerahkan jiwa raga anaknya hanya kepada ilmu. Menyerahkan segala aktivitasnya dalam rangka pengabdian kepada Allah. Dari mulai ia melahirkan, mengasuhnya tanpa suami, membesarkannya, hingga mengantar Syafi’i menjadi Imam Besar Umat Islam hingga kini.
0 komentar

RAHASIA DIPILIHNYA JAZIRAH ARABIA SEBAGAI TEMPAT KELAHIRAN DAN PERTUMBUHAN ISLAM



  Sebelum  membahas  Sirah  Rasulullah  saw  dan  berbicara  tentang  jazirah  Arabia,  tempat yang  dipilih  Allah  sebagai  tempat  kelahiran  dan  pertumbuhannya,  terlebih  dahulu  kita  harus menjelaskan  hikmah  Ilahiyah yang menentukan bi’tsah Rasulullah saw di bagian dunia ini, dan pertumbuhan dakwah Islam di tangan bangsa Arab sebelum bangsa lainnya. 

Untuk  menjelaskan  hal  ini,  pertama  kita  harus  mengetahui  karakteristik  bangsa  Arab dan  tabiat  mereka  sebelum  Islam,  juga  menggambarkan  letak  geografis  tempat  mereka  hidup dan posisinya di antara negara-negara disekitarnya. Sebaliknya kita juga harus menggambarkan kondisi peradaban dan kebudayaan ummat-ummat lain pada waktu itu, seperti Persia, Romawi, Yunani, dan India. 
 Kita mulai pertama, menyajikan di sekitar jazirah Arab sebelum Islam. 
 Pada  waktu  itu  dunia  dikuasai  oleh  dua  negara  adidaya  yaitu  Persia  dan  Romawi, kemudian menyusul India dan Yunani.  
Persia  adalah  ladang  subur  berbagai  khayalan  (khurafat)  keagamaan  dan  filosof  yang saling  bertentangan.  Di  antaranya  adlah  Zoroaster  yang  dianut  oleh  kaum  penguasa.  Diantara falsafahnya  adalah  mengutamakan  perkawinan  seseorang  dengan  ibunya,  anak  perempuannya atau saudaranya. Sehingga Yazdasir II yang memerintah pada pertengahan abad kelima Masehi mengawini  anak  perempuannya.  Belum  lagi  penyimpangan-penyimpangan  akhlak  yang beraneka ragam sehingga tidak bisa disebutkan di sini.  
Di persia juga terdapat ajaran Mazdakia, yang menurut Imam Syahrustani , didasarkan  filsafat  lain,  yaitu  menghalalkan  wanita,  membolehkan  harta  dan  menjadikan  manusia sebagai serikat seperti perserikatan mereka dalam masalah air, api dan rumput. Ajaran ini memperoleh sambutan luas dari kaum pengumbar hawa nafsu.  
Sedangkan  Romawi  telah  dikuasi  sepenuhnya  oleh  semengat  kolonialisme.  Negeri  ini terlibat pertentangan agama , antara Romawi di satu pihak dan Nasrani di pihak lain. Negeri ini mengandalkan  kekuatan  militer  dan  ambisi  kolonialnya  dalammelakukan  petualangan  (naif) demi  mengembangkan  agama  kristen,d  an  mempermainkannya  sesuai  dengan  keinginan  hawa nafsunya yang serakah. 
Negara  ini  pada  waktu  yang  sama  tak  kalah  bejatnya  dari  Persia.  Kehidupan  nista, kebejatan  moral  dan  pemerasan  ekonomi  telah  menyebar  ke  seluruh  penjuru  negeri,  akibat melimpahnya penghasilan dan menumpuknya pajak. 
Akan  halnya  Yunani  maka  negeri  ini  sedang  tenggelam  dalam  lautan  khurafat  dan mithos-mithos verbal yang tidak pernah memberikan manfaat. 
 Demikian pula India , sebagaimana dikatakan oleh ustadz Abul Hasan an-Nadawi, telah disepakai oleh para penulis sejarahnya, bahwa negeri ini sedang berada pada puncak kebejatan dari segi agama, akhlak ataupun sosial. Masa terebut bermula sejak awal abad keenam Masehi.
India bersama negara tetangganya berandil dalam kemerosotan moral dan sosial.  Disamping itu harus diketahui bahwa ada satu hal yang menjadi sebab utama terjadinya kemerosotan  ,  keguncangan  dan  kenestapaan  pada  ummat-ummat  tersebut,  yaitu  peradaban dan  kebudayaan  yang  didasarkan  pada  nilai-nilai  materialistik  semata,  tanpa  ada  nilai-nilai moral yang mengarahkan peradaban dan kebudayaan tersebut kejalan yang benar. Akan halnya peradaban  berikut  segala  implikasinya  dan  penampilannya  ,  tidak  lain  hanylaah  merupakan sarana dan instrumen, Jika pemegang sarana dan instrumen tidak memiliki pemikiran dan nilai-nilai moral yang benar, maka peradaban yang ada di tangan mereka akan berubah menjadi alat kesengsaraan  dan  kehancuran.  Tetapi  jika  pemegang  memilikipemikiran  yang  benar,  yang hanya  bisa  diperoleh  melalu  wahyu  Ilahi,  maka  seluruh  nilai  peradaban  dan  kebudayaan  akan menjadi  sarana yang baik  badi  kebudayaan  yang  berbahagia  penuh  dengan  rahmat  di  segala bidang.  
Sementara  itu,  di  jazirah  Arabia  hidup  dengan  tenang,  jauh  dari  bentuk  keguncangan tersebut.  Mereka  tidak  memiliki  kemewahan  dan  peradaban  Persia  yang  memungkinkan mereka kreatif dan pandai menciptakan kemerosotan-kemerosotan, filsafat keserbabolhean dan kebejatan  moral  yang  dikemas  dalam  bentuk  agama.  Mereka  juga  tidak  memiliki  kekuatan militer  Romawi,  yang  mendorong  mereka  melakukan  ekspansi  kengera-negara  tetangga. Mereka  tidak  memiliki  filosofi  dan  dialetika  Yunani  yang  menjerat  mereka  menjadi  bangsa mithos dan khurafat. 
Karakteristik  mereka  seperti  bahan  baku  yang  belum  diolah  dengan  bahan  lain,  masih menampakkan  fitrah  kemanusiaan  dan  kecenderungan  yang  sehat  dan  kuat,  serta  cenderung kepada  kemanusiaan  yang  mulia,  seperti  setia,  penolong,  dermawan,  rasa  harga  diri,  dan kesucian. 
Hanya  saja  mereka  tidak  memiliki  ma’rifat  (pengetahuan)  yang  akan  mengungkapkan jalan  ke  arah  itu.  Karena  mereka  hidup  di  dalam  kegelapan,  kebodohan,  dan  alam  fitrahnya yang pertama. Akibatnya mereka sesat jalan, tidak menemukan nilai-nilai kemanusiaan tersebut. Kemudian mereka membunuh anak dengan dalih kemuliaan dan kesucian, memusnahkan harta kekayaan  dengan  alasan  kedermawanan  dan  membangkitkan  peperangan  di  antara  mereka dengan alasan harga diri dan kepahlawanan. 

Kondisi  inilah  yang  diungkapkan  oleh  Allah  dengan  dhalil  ketika  mensifati  dengan firman-Nya : 
„Dan  sesungguhnya  kamu  seblum  itu  benar-benar  termsuk  orang-orang  yang  sesat“  QS  al-Baqarah, 2 :198
  Suatu  sifat  apabila  dinisbatkan  kepad  kondisi  ummat-ummat  lain  pada waktu itu, lebih banyak menunjukkan kepada I’tidzar (excuse) daripada kecaman, celaan, damn hinaan kepada mereka.  Ini  dikarenakan  ummat-ummat  lain  tersebut  melakukan  penyimpangan-penyimpangan terbesar  dengan  „bimbingan“  sorot  peradaban  ,  pengetahuan  dan  kebudayaan.  Mereka terjerembab ke dalam kubang kerusakan dengan penuh kesadaran, perencanaan, dan pemikiran. 
 Di  samping  itu  jazirah  Arabia  seara  geografis  terletak  di  antara  ummat-ummat  yang sedang dilanda pergolakan. 
Bila  diperhatikan  sekarnag  seperti  dikatakan  oleh  ustadz Muahammad Mubarak, maka akan diketahui betapa jazirah Arabia terletak di antara dua peradaban, Pertama peradaban barat Materialistik  yang  telah  menyajikan  suatu  bentuk  kemanusiaan  yang  tidak  utuh  dan  kedua peradaban Spiritual penuh dnegan khayalan di ujung timur , seperti ummat-ummat yang hidup di India, Cina dan sekitarnya.
Jika  telah  kita  ketahui  kondisi  bangsa  Arab  di  jazrah  Arab  sebelum  Islam  dan  kondisi ummat-ummat  lain  di  sekitarnya  maka  dengan  mudah  kita  dapt  menjelaskan  hikmah  Ilahiyah yang  telah  berkenan  menentukan  jazirah  Arabia  sebagai  tempat  kelahiran  Rasulullah  saw  dan kerasulannya  dan  mengapa  bangsa  Arab  ditunjuk  sbagai  generasi perintis  yang  membawa cahaya  dakwah  kepada  dunia  menuju  agama  Islam  yang  memerintahkan  seluruh  manusia  di dunia ini agar menyembah kepada Allah semata. 
Jadi  bukan  seperti  dikatakan  oleh  sebagian  orang  yang  karena  pemilikan  agama  batil dan  peradaban  palsu,  sulit  diluruskan  dan  diarahkan  oleh  sebab  kebanggaan  mereka  terhadap kerusakan yang mereka lakukan dan anggapan mereka sebagai sesuatu yang benar. Sedangkan orang-orang yang masih hidup di masa pencarian , mereka tidak akan mengingkari kebodohan dan tidakakan membanggakan peradaban dan kebudayaan yang tidak dimilikinya. 
Dengan  demikian  mereka  lebih  mudah  disembuhkan  dan  diarahkan.  Kami  tegaskan bukan  hanya  ini  semata  yang  menjadi  sebab utamanya, karena analisis seperti ini akan berlaku bagi orang yang kemampuannya terbatas, danorang yang memiliki potensi. 
Analisis  seperti  tersebut  di  atas  membedakan  antara  yang  mudah  dan  yang  sulit, kemudian  diutamakan  yang  pertama  dan  dihindari  ynag  kedua,  karena  ingin  menuju  jalan kemudahan dan tidak menyukai jalan kesulitan. 
Jika  Allah  menghendaki  terbitnya  dakwah  Islam  ini  dari  suatu  tempat,  yaitu  Persia  , Romawi atau India, niscaya untuk keberhasilan dakwah ini Allah swt, mempersiapkan berbagai sarana di negeri tersebut, sebagaimana Dia mempersiapkan sarana di jazirah Arabia. Dan Allah tidak akan pernah kesulitan untuk melakukannya, karena Dia Pencipta segala sesuatu, Pencipta segala sarana termasuk sebab.  
Tetapi  hikmah  pilihan  ini  sama  dengan  hikmah  dijadikannya  Rasululah  saw  seorang ummi,  tidak  bisa  menulis  dengan  tangan  kanannya,  menurut  istilah  Allah,  dan  tidak  pula membaca,  agar  manusia  tidak  ragu  terhadp  kenabiannya,  dan  agar  mereka  tidak  memiliki banyak sebab keraguan terhadap dakwahnya. 

Adalah  termasuk  kesempurnaan  hikmah  Ilahiyah,  jika  bi’ah  (lingkungan)  tempat diutusnya  Rasulullah,  dijadikan  juga  sebagai  bi’ah  ummiyah  (lingkungan  yang  ummi),  bila dibandingkan  dengan  ummat-ummat  lainnya  ynag  ada  disekitarnya,  yakni  tidak  terjangkau sama sekali oleh peradaban-peradaban tetangganya. Demikian pula sistem pemikirannya, tidak tersenuth sama sekali oleh filsafat-filsafat membingungkan yang ada di sekitarnya.  
  Seperti halnya akan timbul keraguan di dada manusia apabila mereka melihat Nabi saw seorang terpelajar dan pandai bergaul dengan kitab-kitab, sejarah ummat-ummat terdahulu dan semua  peradaban  negara-negara  sekitarnya.  Dan  dikhawatirkan  pula  akan  timbul  keraguan  di dada manusia manakala melihat munculnya dakwah Islamiyah di antara 2 ummat yang memiliki peradaban budaya dan sejarah seperti Persia, Yunani ataupun Romawi. Sebab orang ynag ragu dan menolak mungkin akan menuduh dakwah Islam sbagai mata rantai pengalaman budaya dan pemikiran-pemikiran  filosof  yang  akhirnya  melahirkan  peradaban  yang  unik  dan  perundang-undangan yang sempurna.  
Al-Quran telah menjelaskan hikmah ini dengan ungkapan yang jelas. Firman Allah : „Dialah  yang  mengutus  kepada  kaum  ynag  ummi  seorang  Rasul  di  antara  mereka,  yang membacakan  ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mereka diajar akan kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan ynag nyata.“ QS al-Jumu’ah , 2
Allah  telah  menghendaki  Rasul-Nya  seorang  yang  ummi  dan  kaum  di  mana  Rasul  ini diutus  juga  kaum  secara  mayoritas  ummi,  agar  mu’jizat  kenabian  dan  syari’at  Islamiyah menjadi  jelas  di  jalan  pikiran,  tiadk  ada  penghamburan  antara  dakwah  Islam  dengan  dakwah-dakwah  manusia  yng bermacam-macam.  Ini  sebagaimana  nampak  jelas,  merupakan  rahmat yang besar bagi hambah-Nya.  
Selain itu ada pula hikmah-hikmah yang tidak tersembunyi bagi orang yang mencarinya , antara lain : 
1.  Sebagainana telah diketahui Allah menjadikan Baitul-Haram sebagai tempat berkumpul bagi manusia  dan  tempat  yang  aman  (  2:125  )  dan  rumah  ynag  pertama  kali  dibangun  bagi mausia  untuk  beribadah  dan  menegakkan  syi’ar-syi’ar  agama.  Allah  juga  telah  menjadikan dakwah  bapak  para  Nabi,  Ibrahim  As,  di  lembah  tersebut.  Maka  semua  itu  merupakan kelaziman  dan  kesempurnaan,  jika  lembah  yang  diberkati  ini  juga  menjadi  tempat  lahirnya dakwah Islam yang notabene, adalah millah Ibrahim dan menjadi tempat diutus dan lahirnya pemungkas  para  Nabi. Bagaimana  tidak,  sedangkan  dia  termasuk  keturunan  Nabi  Ibrahim as. 
2.  Secara  geografis  jazirah  Arabia  sangat  konduktif  untuk  mengemban  tugas  dakwah  seperti ini. Karena jazirah ini terletak , sebagaimana telah kami sebutkan , di bagian tengah ummat-ummat  yang  ada  di  sekitarnya.  Posisi  geografis  ini  akan  menjadikan  penyebaran  dakwah Islam  ke  semua  bangsa  dan  negara  di  sekitarnya  berjalan dengan gampang dan lancar. Bila kita  perhatikan  kembali sejarah  dakwah  Islam  pada  permulaan  Islam  dan  pada  masa pemerintahan para Khalifah yang terpimpin, niscaya akan mengakui kebenaran hal ini. 
3.  Sudah menjadi kebijaksanaan Allah untuk  menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa dakwah Islam, dan media langsung untuk menterjemahkan Kalam Allah dan penyampaiannya kepada kita.  Jika  kita  kaji  karakteristik  semua  bahasa  lalu  kita  bandingkan  antara  satu  dengan lainnya, niscaya akan kita temukan bahwa bahasa Arab banyak memiliki keistimewaan yang tidak  dimiliki  oleh  bahasa  lainnya.  Maka,  sudah  sepatutnya  jika  bahasa  Arab  dijadikan bahasa pertama bagi kaum Muslimin di seluruh penjuru dunia. 


0 komentar

RIWAYAT IMAM AN-NAWAWI


Disamping gelar Al-Imam, beliau juga menjadat gelar sebagai Al-Hafiz, Al-Faqih, Al-Muhaddith, pembela As-Sunnah, penentang bid’ah, pejuang ilmu-ilmu agama. Nama lengkapnya adalah Abu Zakariya bin Syaraf bin Mari bin Hasan bin Husain bin Muhammad bin Jum’ah bin Hizam An-Nawawi Ad- Dimasyqi. Beliau dilahirkan di desa Nawa yang termasuk wilayah Hauran pada tahun 631H. Kakek tertuanya Hizam singgah di Golan menurut adat Arab, kemudian tinggal di sana dan Allah swt memberikan keturunan yang banyak, salah satu diantara adalah Imam Nawawi.

Banyak orang terkemuka di sana yang melihat anak kecil memiliki kepandaian dan kecerdasan. Mereka menemui ayahnya dan memintanya agar memperhatikannya dengan lebih seksama. Ayahnya mendorong sang Imam menghafazkan Al-Qur’an dan ilmu. Maka An-Nawawi mulai menghafaz Al-Qur’an dan dididik oleh orang-orang terkemuka dengan pengorbanan harus meninggalkan masa bermain-mainnya karena harus menekuni Al-Qur’an dan menghafaznya. Sebagain gurunya pernah melihat bahwa Imam Nawawi bersama anak-anak lain dan memintanya bermain bersama-sama. Karena sesuatu terjadi diantara mereka, dia lari meninggalakn mereka sambil menangis karena merasa dipaksa. Dalam keadaan yang demikian itu dia tetap membaca Al-Qur’an.
Demikianlah, sang Imam tetap terus membaca Al-Qur’an sampai dia mampu menghafaznya ketika mendekati usia baligh. Ketika berusia 9 tahun, ayahnya membawa dia ke Damsyiq untuk menuntut ilmu lebih dalam lagi. Maka tinggallah dia di Madrasah Ar-Rawahiyah pada tahun 649H. Dia hafal kitab At-Tanbiih dalam tempo empat setengah bulan dan belajar Al-Muhadzdzab karangan Asy-Syirazi dalam tempo delapan bulan pada tahun yang sama. Dia menuntaskan ini semua berkat bimbingan gurunya Al-Kamal Ishaq bin Ahmad bin Usman Al-Maghribi Al-Maqdisi. Dia adalah guru pertamanya dalam ilmu fiqh dan menaruh memperhatikan muridnya ini dengan sungguh-sungguh. Dia merasa kagum atas ketekunanannya belajar dan ketidaksukaanya bergaul dengan anak-anak yang seumur. Sang guru amat
mencintai muridnya itu dan akhirnya mengangkat dia sebagai pengajar untuk sebagian besar jamaahnya.

Guru-guru Imam Nawawi
Sang Imam belajar pada guru-guru yang amat terkenal seperti Abdul Aziz bin Muhammad Al-Ashari, Zainuddin bin Abdud Daim, Imaduddin bin Abdul Karim Al-Harastani, Zainuddin Abul Baqa, Khalid bin Yusuf Al-Maqdisi An-Nabalusi dan Jamaluddin Ibn Ash-Shairafi, Taqiyyuddin bin Abul Yusri, Syamsuddin bin Abu Umar. Dia belajar fighul hadits pada Asy-Syeikh Al-Muhaqqiq Abu Ishaq Ibrahim bin Isa Al-Muradi Al-Andalusi. Kemudian belajar fiqh pada Al-Kamal Ishaq bin Ahmad bin usman Al-Maghribi Al-Maqdisi, Syamsuddin Abdurrahman bin Nuh dan Izzuddin Al-Arbili serta guru-guru lainnya.
Imam Nawawi tekun menuntut ilmu-ilmu agama, mengarang, menyebarkan ilmu, beribadah, berdzikir, sabar menjalani hidup yang amat sederhana dan berpakaian tanpa berlebihan.

Para Penerus Imam Nawawi
Tidak sedikit ulama yang datang untuk belajar ke Iman Nawawi. Diantara mereka adalah Al-Katib Shadrudin Sulaiman Al-Ja’fari, Syihabuddin Al-Arbadi, Shihabuddin bin Ja’Waan, ‘Alaudin Al-Athaar dan yang meriwayatkan hadits darinya Ibnu Abil Fath, Al-Mazi dan lainnya.

Kesungguhan dan Ijyihadnya
Setiap hari sang imam harus membaca dan mempelajari 12 pelajaran pada guru-gurunya. Ini menjadi kewajiban dan syaratnya. Pelajaran-pelajaran yang harus dikuasainya antara lain:
Dua pelajaran berkenaan dengan Al-Wasiith.
Satu pelajaran berkenaan dengan Al-Muhadzdzab oleh Asy-Syirazi.
Satu pelajaran berkenaan dengan Al-Jam’u baina Ash-Shahihain oleh Al-Humaidi.
Satu pelajaran berkenaan dengan Shahih Muslim.
Satu pelajaran berkenaan dengan Al-Luma’ oleh Ibnu Jana.
Satu pelajaran berkenaan dengan Ishaahul Mantiq oleh Ibnu Sikkit.
Satu pelajaran berkenaan dengan Tashrif.
Satu pelajaran berkenaan dengan Ushulul Figh.
Satu pelajaran berkenaan dengan nama-nama perawi hadits.
Satu pelajaran berkenaan dengan Ushuluddin.
Beliau membuat catatan atas semua hal yang berkaitan dengan apa yang dipelajari dengan cara memberi penjelasan atas bagian-bagian yang rumit baik itu dengan memberinya ibarat atau ungkapan yang lebih jelas dan mudah dipelajari, termasuk pula perbaikan dan pembenaran dari segi bahasanya. Beliau tidak mau menghabiskan waktunya kecuali menuntut ilmu. Bahkan ketika beliau pergi ke manapun, dalam perjalanan hingga pulang ke rumah, beliau sibuk mengulangi hafalan-hafalan dan bacaan-bacaannya. Beliau bermujadalah dan mengamalkan ilmunya dengan penuh warak dan membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh buruk sehingga dalam waktu yang singkat baliau telah hafal hadits-hadits dan berbagai disiplin ilmu hadits.
Tidak bisa dipungkiri dia adalah seorang alim dalam ilmu-ilmu Fiqh dan Ushuludin. Beliau telah mencapai puncak pengetahuan madzhab Imam Asy-Syafi’i ra dan imam-imam lainnya. Belaiu juga memimpin Yayasan Daarul Hadits Al-Asyrafiyyah Al-Ulla dan mengajar di sana tanpa mengambil bayaran sedikitpun. Tentu saja Allah swt amat berkenan dengan apa yang beliau lakukan sehingga beliau selalu mendapat dukunganNya sehingga yang jauh menjadi dekat, yang sulit menjadi mudah baginya. Di samping keahlian itu, beliau juga mendapatkan tiga hal penting:
a) Kedamaian pikiran dan waktu yang luang. Imam rahimaullah
mendapat bagian yang banyak dari keduanya karena tidak ada hal-hal duniawi yang menyibukkannya sehingga terlena dalam hal-hal yang tidak bermanfaat.
b) Bisa mengumpulkan kitab-kitab yang digunakan untuk memeriksa dan mengetahui pendapat para ulama lainnya.
c) Memiliki niat yang baik, kewarakan dan zuhud yang banyak serta amal-amal sholeh yang bersinar.
Imam Nawawi sungguh amat beruntung memiliki semua itu sehingga hasil besar dicapainya ketika beliau baru berusia relatif muda dan dalam waktu yang bisa dikatakan amat singkat yaitu tidak lebih dari 45 tahun, tapi penuh dengan kebaikan dan keberkatan dari Allah swt.
Kitab-kitab yang dipelajarinya dari guru-gurunya antara lain: Kitab hadits yang enam yaitu Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan Nasa’I, Sunan Ibn Majah dan Muwatta’nya Imam Malik, Musnad Asy-Syafi’i, musnad Ahma bin Hanbal, Sunan Ad-Daarimi, Sunan Daruquthi, Sunan Baihaqi, Syarhus Sunan oleh Al-Baghawi dan kitab Ma’alimut Berita dalam tafsir Al-Baghawi juga, ‘Amalul Yaumi Wallailah oleh Ibnu As- Sunni, Al-Jaami’li Aadaabir Al-Qusyairiyah dan Al-Ansaab oleh Az-Zubair bin Bakar serta banyak lagi.

Pribadi Dan Perilaku Imam Nawawi
Imam Nawawi mempunyai penguasaan ilmu yang luas, derajat tekun yang mengagumkan, senantiasa hidup warak, zuhud dan sabar dalam kesederhana hidupnya. Pada waktu yang sama, beliau juga dikenal mempunyai kesungguhan yang luar-biasa dan berbagai kebaikan lainnya. Beliau tidak rela menghabiskan satu menit dalam kehidupannya tanpa ketaatan kepada Rabnya. Beliau mengandalkan kehidupan dari sumbangan atau amal jariyah yang diberikan orang-orang kepada madrasah Ar-Rawahiyah yang dipimpinnya dan dari apa yang diwariskan oleh ibu bapaknya. Sekalipun demikian, kadangkadang beliau bersedekah dari hartanya yang tidak berlebihan itu.
Beliau banyak memanfaatkan waktu malam hari semata-mata untuk beribadah dan menulis kitab-kitab agama dan tidak lupa menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah kemungkaran.
Sebagai seorang penegak kebenaran, beliau dengan gagah berani menghadapi kedzaliman para penguasa dengan nasihat-nasihat yang bestari dan mengingkari mereka atas pelanggaran yang mereka lakukan sebagai seorang penguasa. Belaiu tidak terpengaruh oleh celaan orang-orang yang mencelanya dalam menegakkan agama Allah swt. Jika tidak mungkin menghadapi mereka secara langsung, beliau akan menulis surat-surat yang ditujukan kepada mereka sebagai media dakwahnya. Beliau senantiasa diliputi ketenangan dan kewibawaan ketika membahas masalah-masalah agama bersama para ulama dengan mengikuti warisan Salafus Sholeh dan Ahli Sunnah wal Jama’ah.
Tidak perlu disinggung lagi kalau beliau amat rajin membaca Al-Qur’an, berdzikir dengan nama-nama Allah Yang Agung (Asmaul Husna), berpaling dari dunia dan memusatkan perhatian dalam urusan-urusan dunia yang memiliki konsekuensi akhirati.

Kitab-kitab Imam Nawawi
Beliau telah menghasilkan banyak kitab, diantaranya: Syarah Muslim, Al-Irsyad dan At-Taqrib berkenaan dengan segi-segi umum hadits, Tahdzibul Asmaa’wal Lughaat, Al-Manaasik Ah-Shughra dan Al-Manaasik Al-Kubra, Minhajut Taalibin, Bustaanul ‘Arifiin, khulaasahtul Ahkaam fi Muhimmaaatis Sunan wa Qawaa’idil Islam, Raudhatut Taalibiin fii ‘Umdatil Muftiin, Hulyatul Abrar wa Syi’aarul Akhyaar fii Talkhiishid Da’awaat wal Adzkaar yang lebih dikenal dengan nama Al-Adzkaar lin Nawawi dan At-Tibyaan fii Aadaabi Hamalatil Quran serta karangankarangan lain yang berfaedah dan bermanfaat bagi syiar Islam.

Imam Nawawi Meninggal Dunia
Di penghujung usianya, Imam Nawawi bertolak ke negeri kelahirannya dan berziarah ke Al-Quds dan Al-Khalil. Kemudian beliau kembali ke Nawa dan ketika itulah beliau sakit di samping ayah bundanya. Imam Nawawi rahimaullah wafat pada malam Rabu 24 Rajab tahun 676H dan dimakamkan di Nawa. Kuburan beliau sangat terkenal dan selalu diziarahi orang-orang yang mengagumi perjuangannya dalam menegakkan agama Islam. Kepergian sang Imam telah menyebabkan kesedihan tiada terhingga bagi penduduk Damsyiq. Mudah-mudahan Allah swt selalu menganugerahi rahmatNya dan meninggikan derajatnya di syurga.

(Atibyan Fi Adabi Hamalatil Qur'an)
0 komentar

لمحة عن تفسير القران العظيم


v التعريف عن الكتاب
1-تاريخ كتابته:
لم يحدد الحافظ ابن كثير، رحمه الله، تاريخ بدايته في كتابة هذا التفسير ولا تاريخ انتهائه منه، لكن ثمة دلائل تدل على تاريخ انتهائه منه، فإنه ذكر عند تفسير سورة الأنبياء شيخه المزي ودعا له بطول العمر مما يفهم منه أنه قد ألف أكثر من نصف التفسير في حياة شيخه المزي المتوفى سنة (742 هـ) .
واقتبس منه الإمام الزيلعي في كتابه تخريج أحاديث الكشاف (2-180) والزيلعي توفي سنة (762 هـ) ، مما يدل على أن كتاب الحافظ ابن كثير انتشر في هذه الفترة.
هذا وتعتبر النسخة المكية أقدم النسخ التي وقعت بأيدينا، وقد جاء بآخرها: "آخر كتاب فضائل القرآن وبه تم التفسير للحافظ العلامة الرحلة الجهبذ مفيد الطالبين الشيخ عماد الدين إسماعيل الشهير بابن كثير، على يد أفقر العباد إلى الله الغني محمد بن أحمد بن معمر المقري البغدادي، عفا الله عنه ونفعه بالعلم، ووفقه للعمل به آمين.... بتاريخه يوم الجمعة عاشر جمادى الآخرة من سنة تسع وخمسين وسبعمائة هلالية هجرية".
2-أهميته:
يعد تفسير الحافظ ابن كثير، رحمه الله، من الكتب التي كتب الله لها القبول والانتشار، فلا تكاد تخلو منه اليوم مكتبة سواء كانت شخصية أو عامة.
وقد نهج الحافظ ابن كثير فيه منهجًا علميًا أصيلا وساقه بعبارة فصيحة وجمل رشيقة، وتتجلى لنا أهمية تفسير الحافظ ابن كثير، رحمه الله، في النقاط التالية:
1-ذكر الحديث بسنده.
2-حكمه على الحديث في الغالب.
3-ترجيح ما يرى أنه الحق، دون التعصب لرأي أو تقليد بغير دليل.
4-عدم الاعتماد على القصص الإسرائيلية التي لم تثبت في كتاب الله ولا في صحيح سُنَّةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وربما ذكرها وسكت عليها، وهو قليل.
5-تفسيره ما يتعلق بالأسماء والصفات على طريقة سلف الأمة، رحمهم الله، من غير تحريف ولا تأويل ولا تشبيه ولا تعطيل.
6-استيعاب الأحاديث التي تتعلق بالآية، فقد استوعب، رحمه الله، الأحاديث الواردة في عذاب القبر ونعيمه عِنْدَ قَوْلِهِ تَعَالَى: {يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ}
وكذا استوعب أحاديث الإسراء والمعراج عند قوله تعالى: {سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ} وكذا الأحاديث الواردة في الصلاة على النبي عند قول الله تعالى: {إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ} وكذا الأحاديث الواردة في فضل أهل البيت عند تفسير قَوْلِهِ تَعَالَى: {إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا} وغير هذا كثير (1) .
وقد قال السيوطي في ترجمة الحافظ ابن كثير: "له التفسير الذي لم يؤلف على نمط مثله".
وقال الشوكاني: "وله تصانيف، منها التفسير المشهور وهو في مجلدات، وقد جمع فيه فأوعى، ونقل المذاهب والأخبار والآثار، وتكلم بأحسن كلام وأنفسه، وهو من أحسن التفاسير إن لم يكن أحسنها".
3-مصادره:
أما مصادر الحافظ ابن كثير في تفسيره فقد سردها الدكتور إسماعيل عبد العال في كتابه " ابن كثير ومنهجه في التفسير" أنقلها هنا حسب ترتيب المواضيع:
أولا الكتب السماوية:
1-القرآن الكريم.
2-التوراة، وأشار أنه نقل من نسختين.
3-الإنجيل.
ثانيا: في التفسير وعلوم القرآن:
أ-في التفسير:
4-تفسير آدم بن أبي إياس، المتوفى سنة / 220 هـ أو 221 هـ.
5-تفسير أبي بكر بن المنذر، المتوفى سنة / 318 هـ 0
6-تفسير ابن أبي حاتم، المتوفى سنة /223 هـ/. (ط) قسم منه.
7-تفسير أبو مسلم الأصبهاني (محمد بن بحر) ، المتوفى سنة /322 هـ، واسم كتابه: "جامع التأويل لمحكم التنزيل".
8-تفسير ابن أبي نجيح (عبد الله بن يسار الأعرج المكي مولى ابن عمر) .
9-تفسير البغوي (أبو محمد الحسن بن مسعود بن محمد الفراء) ، المتوفى سنة 516، واسم كتابه (معالم التنزيل) . (ط) .
10-تفسير ابن تيمية (تقي الدين أبي العباس أحمد بن عبد الحليم) ، المتوفى سنة 728 هـ، وهو جزء في تفسير قوله تعالى: {ذَلِكَ لِيَعْلَمَ أَنِّي لَمْ أَخُنْهُ بِالْغَيْبِ} (ط) .
-تفسير الثعلبي (أحمد بن محمد بن إبراهيم أبو إسحاق النيسابوري) ، المتوفى سنة 427 هـ (مخطوط) في المكتبة المحمودية.
12-تفسير الجبائي (أبي علي) المتوفى سنة 303 هـ.
13-تفسير ابن الجوزي (عبد الرحمن بن علي) ، المتوفى سنة 597 هـ، واسم الكتاب (زاد المسير في علم التفسير) وهو مخطوط بدار الكتب تحت رقم 123 تفسير في أربعة مجلدات. (ط) .
14-تفسير ابن دحيم (أبي إِسْحَاقَ إِبْرَاهِيمُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بن دحيم) ، المتوفى سنة 319 هـ.
15-تفسير الرازي (محمد بن عمر بن الحسن بن الحسين التيمي البكري أبو عبد الله المشهور بفخر الدين الرازي) ، المتوفى سنة 606 هـ، وكتابه يسمى "التفسير الكبير" المشهور بمفاتيح الغيب. (ط) .
16-تفسير الزمخشري (جار الله أبي القاسم محمود بن عمر الخوارزمي) ، المتوفى سنة 538 هـ وكتابه يدعى (الكشاف عن حقائق التنزيل، وعيون الأقاويل في وجوه التأويل) . (ط) .
ب-في علوم القرآن:
17-"البيان" لأبي عمرو الداني (الحافظ أبي عمرو عثمان بن سعيد بن عثمان بن سعيد المعروف بالداني (371-444 هـ) ، وهو حافظ محدث مفسر، واسم الكتاب "جامع البيان في القراءات السبع" وهو من أحسن مصنفاته يشتمل على نيف وخمسمائة رواية وطريق، قيل: إنه جمع فيه كل مايعلمه في هذا العلم.
18-"التبيان" لأبي زكريا النواوي (محيي الدين يحيى بن شرف النووي المتوفى سنة 677 هـ) ، أما اسم الكتاب فهو "التبيان في آداب حملة القرآن"، وقد رتب على عشرة أبواب ثم اختصره، وسماه "مختار التبيان" (ط) .
19-جزء فيمن جمع القرآن من المهاجرين للحافظ ابن السمعاني القاضي أبي سعيد عبد الكريم بن أبي بكر، محمد بن أبي المظفر المنصور التميمي المروزي، المتوفى سنة 512 هـ.
4-رأيه في الإسرائيليات:
الحافظ ابن كثير، رحمه الله له كلمات قوية في شأن الإسرائيليات وروايتها، وتفسيره يعد من الكتب الخالية من الإسرائيليات، اللهم إلا القليل الذي يحكيه ثم ينبه عليه، والنادر الذي يسكت عنه، وقد نبهت عليه في الحاشية.
ومن كلماته في الإسرائيليات (1)
قال في مقدمة تفسيره -بعد أن ذَكر حديثَ "بلّغُوا عنِّي وَلَوْ آيَةً، وحدِّثوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فليتبوأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ"-: "وَلَكِنَّ هَذِهِ الْأَحَادِيثَ الْإِسْرَائِيلِيَّةَ تُذكر لِلِاسْتِشْهَادِ، لَا لِلِاعْتِضَادِ. فَإِنَّهَا عَلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ: أَحَدُهَا: مَا علمنا صحتَه مما بأيدينا مما نشهدُ لَهُ بِالصِّدْقِ، فَذَاكَ صَحِيحٌ. وَالثَّانِي: مَا عَلِمْنَا كذبَه بِمَا عِنْدَنَا مِمَّا يُخَالِفُهُ. وَالثَّالِثُ: مَا هُوَ مَسْكُوتٌ عَنْهُ، لَا مِنْ هَذَا الْقَبِيلِ وَلَا مِنْ هَذَا الْقَبِيلِ، فَلَا نؤمِنُ بِهِ وَلَا نُكَذِّبُهُ، وتجوزُ حكايتُه لِمَا تَقَدَّمَ. وغالبُ ذَلِكَ مِمَّا لَا فَائِدَةَ فِيهِ تعودُ إِلَى أمرٍ دِينِيٍّ. وَلِهَذَا يَخْتَلِفُ عُلَمَاءُ أَهْلِ الْكِتَابِ في مثل هَذَا كَثِيرًا، وَيَأْتِي عَنِ الْمُفَسِّرِينَ خلافٌ بِسَبَبِ ذلك. كما يَذكرون في مثل أَسْمَاءَ أَصْحَابِ الْكَهْفِ وَلَوْنَ كَلْبِهِمْ وعِدّتهم، وَعَصَا موسى من أيِّ شجر كَانَتْ؟ وَأَسْمَاءَ الطُّيُورِ الَّتِي أَحْيَاهَا اللَّهُ لِإِبْرَاهِيمَ، وَتَعْيِينَ الْبَعْضِ الَّذِي ضُرِبَ بِهِ القتيلُ مِنَ الْبَقَرَةِ، وَنَوْعَ الشَّجَرَةِ الَّتِي كلَّم اللَّهُ مِنْهَا مُوسَى إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ مِمَّا أَبْهَمَهُ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ، مِمَّا لَا فَائِدَةَ فِي تَعْيِينِهِ تَعُودُ عَلَى الْمُكَلَّفِينَ فِي دُنْيَاهُمْ وَلَا دِينِهِمْ. وَلَكِنَّ نقلُ الْخِلَافِ عَنْهُمْ فِي ذَلِكَ جَائِزٌ. كَمَا قَالَ تَعَالَى: {سَيَقُولُونَ ثَلاثَةٌ رَابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ} إلى آخر الآية [الكهف: 22] .
وقال عند تفسير الآية: (50) من سورة الكهف-بعد أن ذكر أقوالا في "إبليس" واسمه ومن أيّ قبيلٍ هو؟! -: "وَقَدْ رُوى فِي هَذَا آثَارٌ كَثِيرَةٌ عَنِ السَّلَفِ، وغالبُها مِنَ الْإِسْرَائِيلِيَّاتِ الَّتِي تُنقل ليُنْظَر فِيهَا، وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِحَالِ كَثِيرٍ مِنْهَا، وَمِنْهَا مَا قَدْ يُقْطَع بِكَذِبِهِ، لِمُخَالَفَتِهِ لِلْحَقِّ الَّذِي بأيدينا.
وَفِي الْقُرْآنِ غُنْيَةٌ عَنْ كُلِّ مَا عَدَاهُ مِنَ الْأَخْبَارِ الْمُتَقَدِّمَةِ؛ لِأَنَّهَا لَا تَكَادُ تَخْلُو مِنْ تَبْدِيلٍ وَزِيَادَةٍ وَنُقْصَانٍ، وَقَدْ وُضِعَ فِيهَا أَشْيَاءٌ كَثِيرَةٌ. وَلَيْسَ لَهُمْ مِنَ الْحُفَّاظِ المُتْقِنين الَّذِينَ يَنْفُون عَنْهَا تحريفَ الغَالِين وَانْتِحَالَ الْمُبْطِلِينَ، كَمَا لِهَذِهِ الْأُمَّةِ مِنْ الْأَئِمَّةِ وَالْعُلَمَاءِ، وَالسَّادَةِ والأتقياء، والبررة وَالنُّجَبَاءِ، مِنَ الْجَهَابِذَةِ النُّقَّادِ، والحُفَّاظ الْجِيَادِ، الَّذِينَ دَوَّنوا الْحَدِيثَ وحَرَّرُوه، وبيَّنوا صحيحَه مَنْ حَسَنه مِنْ ضَعِيفِهِ، مِنْ منكَره وَمَوْضُوعِهِ وَمَتْرُوكِهِ وَمَكْذُوبِهِ، وَعَرَفُوا الوضَّاعِين وَالْكَذَّابِينَ وَالْمَجْهُولِينَ، وَغَيْرَ ذَلِكَ مِنْ أَصْنَافِ الرِّجَالِ. كلُّ ذَلِكَ صِيَانَةً لِلْجَنَابِ النَّبَوِيِّ والمقام المحمديّ، خاتم الرسل وسيد البشر، صلى الله عليه وسلم -أَنْ يُنْسَب إِلَيْهِ كذبٌ أَوْ يُحَدَّثَ عَنْهُ بِمَا لَيْسَ مِنْهُ. فَرَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَأَرْضَاهُمْ، وجَعَل جنّاتِ الْفِرْدَوْسِ مَأْوَاهُمْ. وقد فَعَلَ".
وقال عند تفسير الآيات (51-56) من سورة الأنبياء، بعد إشارته إلى حال إبراهيم، عليه السلام، مع أبيه، ونظره إلى الكواكب والمخلوقات -: "وَمَا قَصَّه كثيرٌ مِنَ الْمُفَسِّرِينَ وَغَيْرِهِمْ، فعَامّتُها أحاديثُ بَنِي إِسْرَائِيلَ. فَمَا وافقَ مِنْهَا الْحَقَّ مِمَّا بِأَيْدِينَا عَنِ الْمَعْصُومِ قَبِلْناه، لِمُوَافَقَتِهِ الصَّحِيحَ، وما خالف منها شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ ردَدْناه، وَمَا لَيْسَ فِيهِ موافقةٌ وَلَا مخالفةٌ، لَا نُصَدِّقُهُ وَلَا نُكَذِّبُهُ، بَلْ نَجْعَلُهُ وَقْفًا. وَمَا كَانَ مِنْ هَذَا الضَّرْبِ منها فقد رخَّص كثير من السلف في روايته. وكثيرٌ من ذلك مما لَا فَائِدَةَ فِيهِ، وَلَا حاصلَ لَهُ مِمَّا يُنْتَفَع به في الدّين. ولو كانت فائدتُه تَعُودُ عَلَى المكلَّفين فِي دِينِهِمْ لبيَّنَتْه هَذِهِ الشريعةُ الكاملةُ الشاملةُ. وَالَّذِي نَسْلُكُه فِي هَذَا التَّفْسِيرِ الإعراضُ عَنْ كَثِيرٍ مِنَ الْأَحَادِيثِ الْإِسْرَائِيلِيَّةِ، لِمَا فِيهَا مِنْ تَضْيِيعِ الزَّمَانِ، وَلِمَا اشتَمل عَلَيْهِ كثيرٌ مِنْهَا مِنَ الْكَذِبِ المُرَوَّج عَلَيْهِمْ. فَإِنَّهُمْ لَا تَفْرِقَةَ عِنْدَهُمْ بَيْنَ صَحِيحِهَا وَسَقِيمِهَا. كَمَا حَرّره الأئمةُ الحُفّاظ المُتْقِنُون مِنْ هَذِهِ الأمة".
وقال عند تفسير الآية: (102) من سورة البقرة: "وَقَدْ رُوي فِي قِصَّةِ هاروتَ وماروتَ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ التَّابِعَيْنِ، كَمُجَاهِدٍ والسُّدي وَالْحَسَنِ الْبَصَرِيِّ وَقَتَادَةَ وَأَبِي الْعَالِيَةِ وَالزُّهْرِيِّ والرَّبيع بْنِ أَنَسٍ ومقاتل ابن حَيَّانَ وَغَيْرِهِمْ، وقصَّها خلقٌ مِنَ الْمُفَسِّرِينَ، مِنَ الْمُتَقَدِّمِينَ وَالْمُتَأَخِّرِينَ. وحاصلُها رَاجِعٌ فِي تَفْصِيلِهَا إِلَى أَخْبَارِ بَنِي إِسْرَائِيلَ، إِذْ لَيْسَ فِيهَا حديثٌ مَرْفُوعٌ صَحِيحٌ متّصلُ الْإِسْنَادِ إِلَى الصَّادِقِ الْمَصْدُوقِ الْمَعْصُومِ الذِي لَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. وظاهرُ سِيَاقِ الْقُرْآنِ إجمالُ الْقِصَّةِ مِنْ غَيْرِ بسْطٍ وَلَا إطنابٍ فِيهَا، فَنَحْنُ نؤمِن بِمَا وَرَدَ فِي الْقُرْآنِ عَلَى مَا أَرَادَهُ اللَّهُ تَعَالَى، والله أعلم بحقيقة الحال".
5-العنوان والتوثيق:                                                                                   
إن صحة نسبة كتاب التفسير للحافظ ابن كثير أمر مقطوع به، ولولا أن الباحثين اعتادوا ذكر هذا الفصل وإلا لما ذكرته لشهرة هذا التفسير.
وممن ذكر هذا التفسير وعزاه لمؤلفه:
1-الزيلعي في تخريج أحاديث الكشاف.
2-الحافظ ابن حجر في فتح الباري.
3-ابن أبي العز في شرح العقيدة الطحاوية.
4-السيوطي في الدر المنثور.
5-الشوكاني في فتح القدير.
6-الشيخ سليمان بن عبد الله بن الشيخ محمد بن عبد الوهاب في تيسير العزيز الحميد.
7-الشيخ عبد الرحمن بن حسن بن الشيخ محمد بن عبد الوهاب في فتح المجيد.
وأما عنوانه، فالمشهور "تفسير القرآن العظيم"، وجاء ذلك على طرة النسخة "ط"، وبعض النسخ تسميه: "تفسيرابن كثير".
6-نسخ الكتاب:
يعتبر تفسير القرآن العظيم للحافظ ابن كثير من الكتب التي انتشرت في خزائن المكتبات الإسلامية، فقد وجدت نسخه في مكة والرياض ومصر واسطنبول والهند والمغرب وإيرلندا وباريس.
والاختلاف بين هذه النسخ اختلاف كبير، فالنسخ التي في الرياض مثلا يغلب عليها الاختصار وحذف الأسانيد والتصرف في الكتاب، هذا في الغالب فلا يستغرب، أو أقول: لا يعتمد أن توجد نسخة ليس فيها قصة العتبي المذكورة في سورة النساء؛ لأن هذه النسخة حديثة جدًا مع ما ذكرت من المنهج في النسخ الموجودة في نجد وغيرها من النسخ المعتمدة ذكر هذه القصة، وقد نبهت عليها في موضعها.
وكم يجد الباحث نفسه متحيرًا أمام إثبات نص ثبت في نسخة ولم يثبت في الأخرى، لذلك فقد حاولت قدر المستطاع جمع مخطوطات الكتاب لكي تزول هذه العقبة فوقع لي -والحمد لله-قدر منها، وإليك وصفها:
1-النسخة الأزهرية (هـ) :
وأحيانًا أطلق عليها الأصل.
وهي نسخة محفوظة بمكتبة الأزهر برقم (168) تفسير، وتحتوي على الكتاب كاملا في سبعة مجلدات، وفي المجلد الثالث منها خروم.
وصفها الشيخ أحمد شاكر بأنها: نسخة يغلب عليها الصحة، والخطأ فيها قليل.
وطبعت بدار الشعب سنة (1390 هـ) بتحقيق عبد العزيز غنيم، ومحمد أحمد عاشور، ومحمد إبراهيم البنا.
وبالتتبع فإنها نسخة جيدة، لكنها لا توصف بأنها أصح النسخ، بل غيرها أفضل منها لو كمل. وقد اعتمدت على طبعة دار الشعب المأخوذة عن هذه النسخة لأمرين:
الأول: أني حاولت الحصول على مصورة لهذه النسخة فلم أستطع، فأرسلت إلى المكتبة طلبًا للتصوير، ثم أرسلت الطلب بصورة رسمية عن طريق جامعة الإمام محمد بن سعود الإسلامية، ثم علمت بعد ذلك أن هذا دأب هذه المكتبة، وأخبرت عن طرق لاستخراج المخطوطة من هذه المكتبة لكن هذه الطرق ليست موافقة لعملي.
الثاني: أن عمل الأخوة في طبعة الشعب عمل جيد في إخراج النص حسب ما ورد في المخطوطة، ولهم اجتهادات أصابوا في بعضها وأخطؤوا في بعضها، فأقررتهم على ما أصابوا فيه، ولم أوافقهم على ما أخطئوا فيه، وقد اعتمدت إشاراتهم إلى المخطوطة في الهامش، فاستفدت منها وسلكت في ذلك مسلكًا جيدًا حتى كأن العمل على المخطوطة لا المطبوعة.
الناسخ: محمد بن علي الصوفي.
تاريخ النسخ: فرغ الكاتب من نسخها في العاشر من جمادى الأولى سنة (825 هـ).
عدد الأوراق: 2195.
2-نسخة تشستربتي (ط) :
وهي نسخة محفوظة بمكتبة تشستربتي بإيرلندا برقم (3430) ، وتحتوي على الجزء الأول ويبدأ
v   من أول التفسير وينتهي بتفسير الآية {إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ} الآية: [البقرة: 218] ، وهو آخر الجزء التاسع من أجزاء المؤلف، وفيها سقط وبها حواش من خط المؤلف وعليها تصحيحات، وهي من مصورات جامعة الإمام محمد بن سعود الإسلامية، وهي في غاية الدقة والحسن لو كملت.
الناسخ: أحمد بن محمد بن المحب، المتوفى سنة (776 هـ) ، وله ترجمة في الدرر الكامنة (1\ 244) .
تاريخ النسخ: يظهر أنها كتبت في عهد المؤلف، فيها حواش بخطه، وكاتبها توفى سنة (776 هـ) أي بعد وفاة الحافظ ابن كثير بعامين.
عدد الأوراق: 224 مقاس 18.3 × 26.7 سم.
عدد الأسطر: 27 سطرا.
الخط: نسخ معتاد ممتاز.
3-نسخة تشستربتي (ب) :
وهي نسخة محفوظة بمكتبة تشستربتي بإيرلندا برقم (4052) ، وتحتوي على الجزء الأول -ناقص بشيء يسير من المقدمة-ويبدأ بـ "فَإِنْ قَالَ قَائِلٌ: فَمَا أَحْسَنُ طُرُقِ التَّفْسِيرِ؟ " وينتهي بتفسير الآية: (47) من سورة البقرة وهي قوله تعالى {يَابَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ}
بها حواش كثيرة وتصحيحات، والحبر منتشر على بعض الصفحات.
وهي من مصورات جامعة الإمام محمد بن سعود الإسلامية.
الناسخ: لم يعرف، والظاهر أنه معاصر للمؤلف.
تاريخ النسخ: كتبت في القرن الثامن تقديرًا، أي: في عهد المؤلف، رحمه الله.
عدد الأوراق: 177 مقاس 15.5 × 22 سم.
عدد الأسطر: 19 سطرا.
الخط: نسخ معتاد جيد.
4-نسخة الحرم المكي (جـ) :
وهي نسخة محفوظة بمكتبة الحرم المكى بمكة المكرمة برقم (91) وتحتوي على الجزء الأول، ويبدأ بأول التفسير، وينتهي عند قوله تَعَالَى {إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ} الْآيَةَ [النساء: 31] .
وكأن النسخة ملفقة من نسختين، فإن الخط يستمر نسخًا معتادًا إلى الآية (255) من سورة البقرة ثم خط مغاير وهو أقدم من الأول ويستمر إلى الآية المذكورة.
وعلى النسخ أثر البلل في كثير من أوراقه.
الناسخ: لم يعرف.
تاريخ النسخ: جاء بعد تفسير الآية (255) من سورة البقرة وهو نهاية الخط الأول: "وكان الفراغ من نسخ هذا الجزء يوم السبت المبارك في ثمانية وعشرين مضين من شهر جمادى الآخر من شهور سنة ستة وعشرين ومائتين وألف من الهجرة النبوية"، والخط الآخر لعله من خطوط القرن العاشر.
عدد الاوراق: 411 مقاس 29 ×20 سم.
عدد الأسطر: 20-25 سطرًا.
5-نسخة الحميدية (أ) :
وهي نسخة محفوظة بالمكتبة الحميدية بتركيا، وتحتوي على الكتاب كاملا وخطها دقيق ومزينة بالذهب، وهي حديثة ومنقولة عن نسخة معتمدة.
الناسخ: لم يعرف.
تاريخ النسخ: كتبت سنة.
عدد الأسطر: 35-40 سطرا.
6-نسخة الحرم المكي (ف) :
وهي نسخة محفوظة بمكتبة الحرم المكي بمكة المكرمة برقم (91) وتحتوي على تفسير أول سورة النمل إلى نهاية تفسير سورة الأحزاب.
وهي نسخة رديئة وخطها متحد مع خط القسم الثاني من النسخة (ج) ، وبها أثر الرطوبة.
الناسخ: لم يعرف.
تاريخ النسخ: لعله من خطوط القرن العاشر.
عدد الأوراق: 236 مقاس 29 × 20 سم.
عدد الأسطر: 37 سطرًا.
7-نسخة الحرم المكي (ك) :
وهي نسخة محفوظة بمكتبة الحرم المكي بمكة برقم (91) ، وتبدأ من أول سورة الأعراف، وتنتهي بنهاية تفسير سورة التوبة.
والنسخة جيدة، وعليها تصويبات وتقييدات بالهامش وفيها أثر رطوبة.
الناسخ: لم يعرف.
تاريخ النسخ: كتبت سنة (780 هـ) .
عدد الأوراق: 228 مقاس 27× 18 سم.
عدد الأسطر: 26 سطرًا.
الخط: نسخ معتاد قديم.
8-نسخة جامعة الرياض (د) :
وهي نسخة محفوظة بجامعة الملك سعود بالرياض برقم (4052) وتبدأ من تفسير الآية: 31 من سورة النساء، وتنتهي بتفسير الآية 36 من سورة التوبة.
وهي نسخة حديثة وخطها مقروء، لكن يغلب عليها الاختصار وحذف الأسانيد.
الناسخ: لم يعرف.
تاريخ النسخ: كتبت في حدود سنة (1155 هـ) أو بعدها بقليل.
عدد الأوراق: 218.
عدد الأسطر: 23 سطرًا.
9-نسخة الحرم المكي (س) :
وهي نسخة محفوظة بمكتبة الحرم المكي برقم (91) ، وتبدأ بتفسير سورة سبأ وتنتهي بتفسير سورة فصلت.
وهي نسخة مقابلة على أصل المؤلف، كما جاء في آخر ورقة، وعليها أثر البلل في كثير من أوراقها.
الناسخ: محمد بن بهاء الدين عبد الله الشجاعي.
تاريخ النسخ: سنة (769 هـ) .
عدد الأوراق: 178 مقاس: 26 × 18 سم.
عدد الأسطر: 24 سطرًا.
الخط: نسخ معتاد.




v   التعريف عن صاحبه
1- نسبه وميلاده:
هو الإمام الحافظ، المحدث، المؤرخ، عماد الدين، أبو الفداء إسماعيل بن عمر بن كثير بن ضوء بن كثير بن ضوء بن درع القرشي الدمشقي الشافعي.
ولد بقرية "مِجْدَل" من أعمال بصرى، وهي قرية أمه، سنة سبعمائة للهجرة أو بعدها بقليل.

2-نشأته:
نشأ الحافظ ابن كثير في بيت علم ودين، فأبوه عمر بن حفص بن كثير أخذ عن النواوي والفزاري وكان خطيب قريته، وتوفى أبوه وعمره ثلاث سنوات أو نحوها، وانتقلت الأسرة بعد موت والد ابن كثير إلى دمشق في سنة (707 هـ) ، وخلف والده أخوه عبد الوهاب، فقد بذل جهدًا كبيرًا في رعاية هذه الأسرة بعد فقدها لوالدها، وعنه يقول الحافظ ابن كثير: "وقد كان لنا شقيقا، وبنا رفيقًا شفوقًا، وقد تأخرت وفاته إلى سنة (750 هـ) فاشتغلت على يديه في العلم فيسر الله منه ما تيسر وسهل منه ما تعسر" (1)
3-شيوخه:
درس الإمام ابن كثير على أيدي المئات من الشيوخ، نذكر منهم: القاسم بن محمد البرزالي مؤرخ الشام (ت 739 هـ) ، والشيخ يوسف بن عبد الرحمن المزي (ت 744 هـ) ، والحافظ ابن القلانسي (ت 729 هـ) ، وإبراهيم بن عبد الرحمن الفزاري (ت 729 هـ) ، ونجم الدين ابن العسقلاني، وابن الشحنة شهاب الدين الحجار (ت 730 هـ) ، وكمال الدين ابن قاضي شهبة، والشيخ نجم الدين موسى بن علي بن محمد الجيلي ثم الدمشقي المعروف بابن البصيص (ت 716 هـ) ، والحافظ شمس الدين الذهبي (ت 748 هـ) كما أخذ عن القاسم ابن عساكر وابن الشيرازي وإسحاق الآمدي وغيرهم كثير
4-تلاميذه:
الحافظ علاء الدين بن حجي الشافعي، رحمه الله. محمد بن محمد بن خضر القرشي، رحمه الله. شرف الدين مسعود الأنطاكي النحوي، رحمه الله. محمد بن أبي محمد بن الجزري، شيخ علم القراءات، رحمه الله. ابنه محمد بن إسماعيل بن كثير، رحمه الله. الإمام ابن أبي العز الحنفي، رحمه الله. الحافظ أبو المحاسن الحسَيني، رحمه الله. و غيرهم
5-مؤلفاته:
أ-في علوم القرآن:
1-تفسير القرآن العظيم
2-فضائل القرآن
ب-في السنة وعلومها:
3-أحاديث الأصول.
4-شرح صحيح البخاري.
5-التكميل في الجرح والتعديل ومعرفة الثقات والمجاهيل
6-اختصار علوم الحديث
7-جامع المسانيد والسنن الهادي لأقوم سنن
8-مُسْنَدِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ.
9-مسند عمر بن الخطاب، رضي الله عنه
10-الأحكام الصغرى في الحديث.
11-تخريج أحاديث أدلة التنبيه في فقه الشافعية.
12-تخريج أحاديث مختصر ابن الحاجب
13-مختصر كتاب "المدخل إلى كتاب السنن" للبيهقي.
14-جزء في حديث الصور.
15-جزء في الرد على حديث السجل.
16-جزء في الأحاديث الواردة في فضل أيام العشرة من ذي الحجة.
17-جزء في الأحاديث الواردة في قتل الكلاب.
18-جزء في الأحاديث الواردة في كفارة المجلس.
جـ -في الفقه وأصوله:
19-الأحكام الكبرى.
20-كتاب الصيام.
21-أحكام التنبيه.
22-جزء في الصلاة الوسطى.
23-جزء في ميراث الأبوين مع الإخوة.
24-جزء في الذَّبِيحَةُ الَّتِي لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهَا.
25-جزء في الرد على كتاب الجزية.
26-جزء في فضل يوم عرفة.
27-المقدمات في أصول الفقه.
د-في التاريخ والمناقب:
28-البداية والنهاية
29-جزء مفرد في فتح القسطنطينية.
30-السيرة النبوية
31-طبقات الشافعية
32-الواضح النفيس في مناقب محمد بن إدريس
33-مناقب ابن تيمية.
34-مقدمة في الأنساب
·       المؤلفات المطبوعة
اما المؤلفاته المطبوعة:
v   تفسير القران العظيم
v   البداية و النهاية
v   جامع مساند و السنن
v   الاجتهاد في طلب الجهاد
v   اختصار علوم الحديث
v   أحاديث التوحيد والردّ على الشرك
·       المؤلفات المخطوطة:
v   طبقات الشافعية: منه نسخة خطية مصورة بمعهد المخطوطات بالقاهرة تحت رقم (789) صورت عن نسخة الكتاني بالرباط، وهناك مخطوطة أخرى في شستربتي رقمها (3390) .
·       المؤلفات المفقودة:
v   التكميل في معرفة الثقات والضعفاء والمجاهيل
v   الكواكب الدراري في التاريخ
v   سيرة الشيخين
v   الواضح النفيس في مناقب الإمام محمد بن إدريس
v   كتاب الأحكام
.
6-ثناء العلماء عليه:
كان ابن كثير، رحمه الله، من أفذاذ العلماء في عصره، أثنى عليه معاصروه ومن بعدهم الثناء الجم:
فقد قال الحافظ الذهبي في طبقات شيوخه: "وسمعت مع الفقيه المفتي المحدِّث، ذى الفضائل، عماد الدين إسماعيل بن عمر بن كثير البصروي الشافعي.. سمع من ابن الشحنة وابن الزراد وطائفة، له عناية بالرجال والمتون والفقه، خرَّج وناظر وصنف وفسر وتقدم" (1) .
وقال عنه أيضًا في المعجم المختص: "الإمام المفتي المحدِّث البارع، فقيه متفنن، محدث متقن، مفسر نقال" (2) .
وقال تلميذه الحافظ أبو المحاسن الحسيني: "صاهر شيخنا أبا الحجاج المزي فأكثر، وأفتى ودرس وناظر، وبرع في الفقه والتفسير والنحو وأمعن النظر في الرجال والعلل" (1) .
وقال العلامة ابن ناصر الدين: "الشيخ الإمام العلامة الحافظ عماد الدين، ثقة المحدثين، عمدة المؤرخين، علم المفسرين" (2) .
وقال ابن تغري بردي: "لازم الاشتغال، ودأب وحصل وكتب وبرع في الفقه والتفسير والفقه والعربية وغير ذلك، وأفتى ودرس إلى أن توفى" (3) .
وقال ابن حجر العسقلاني: "كان كثير الاستحضار، حسن المفاكهة، سارت تصانيفه في البلاد في حياته، وانتفع الناس بها بعد وفاته" (4) .
وقال ابن حبيب: "إمام روى التسبيح والتهليل، وزعيم أرباب التأويل، سمع وجمع وصنف، وأطرب الأسماع بالفتوى وشنف، وحدث وأفاد، وطارت أوراق فتاويه إلى البلاد، واشتهر بالضبط والتحرير، وانتهت إليه رياسة العلم في التاريخ، والحديث والتفسير" (5) .
وقال العيني: "كان قدوة العلماء والحفاظ، وعمدة أهل المعاني والألفاظ، وسمع وجمع وصنف، ودرس، وحدث، وألف، وكان له اطلاع عظيم في الحديث والتفسير والتاريخ، واشتهر بالضبط والتحرير، وانتهى إليه رياسة علم التاريخ والحديث والتفسير وله مصنفات عديدة مفيدة" (6) .
وقال تلميذه ابن حجي: "أحفظ من أدركناه لمتون الأحاديث، وأعرفهم بجرحها ورجالها وصحيحها وسقيمها، وكان أقرانه وشيوخه يعترفون له بذلك، وكان يستحضر شيئا كثيرا من الفقه والتاريخ، قليل النسيان، وكان فقيها جيد الفهم، ويشارك في العربية مشاركة جيدة، ونظم الشعر، وما أعرف أني اجتمعت به على كثرة ترددي إليه إلا واستفدت منه" (7) .
وقال الداودي: "أقبل على حفظ المتون، ومعرفة الأسانيد والتعلل والرجال والتاريخ حتى برع في ذلك وهو شاب" (8) .
7-وفاته ورثاؤه:
في يوم الخميس السادس والعشرين من شهر شعبان سنة أربع وسبعين وسبعمائة توفي الحافظ ابن كثير بدمشق، ودفن بمقبرة الصوفية عند شيخه ابن تيمية، رحمه الله.
وقد ذكر ابن ناصر الدين أنه "كانت له جنازة حافلة مشهودة، ودفن بوصية منه في تربة شيخ الإسلام ابن تيمية بمقبرة الصوفية".
وقد قيل في رثائه، رحمه الله:
لفقدك طلاب العلوم تأسفوا ... وجادوا بدمع لا يبير غزير
ولو مزجوا ماء المدامع بالدما ... لكان قليلا فيك يا بن كثير

v   ما يتعلق بتحقيق الكتاب و تلخيصه
1.    التحقيق:
قد حقق هذا التفسير سامي بن محمد بن عبد الرحمن بن سلامة

2.    التلخيص:
لخص هذا التفسير جمع من العلماء. هم:
v   عمدة التفسير عن الحافظ ابن كثير للشيخ احمد محمد شاكر
v   مختصر تفسير ابن كثير للشيخ محمد كريم راجح
v   مختصر تفسير ابن كثير للشيخ محمد علي الصابوني
v   تيسير العلي القدير لاختصار ابن كثير للشيخ محمد نسيب الرفاعي
v   تفسير ابن كثير تهذيب  و الترتيب للدكتور صلاح عبد الفتاح الخالدي
v   الاقتراحات
1.    ان يكون المحقق اكثر من واحد
0 komentar
Free Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Website templateswww.seodesign.usFree Wordpress Themeswww.freethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree CSS Templates Dreamweaver