This awesome blogger theme comes under a Creative Commons license. They are free of charge to use as a theme for your blog and you can make changes to the templates to suit your needs.
RSS

WANITA DI BELAKANG IMAM SYAFI'I


Beliau adalah Fatimah binti ubaidillah azdiyah. Nasab ke suku al-azd di yaman, seperti dikuatkan oleh al-baihaqi.
Sedangkan menurut sejarawan lain, Fatimah adalah ahlul bait. Keturunan Rasulullah SAW dari jalur ubaidillah bi hasan bin husein bin ali bin abi thalib.
Ia adalah madrasah pertama bagi syafi’i. sejak berumur dua tahun, Fatimah terpaksa harus membesarkan buah hatinya sendirian lantaran sang suami, idris bin abbas bin usman bin syafi’I meninggal di ghaza.
Fatimah adalah sosok yang cerdas. Ia adalah sosok yang tegar dan tidak pernah mengeluh .. ketika suaminya wafat, tak sedikitpun harta ia warisi. Dengan kondisi serba kekurangan, ian berjuang untuk memberikan yang terbaik untuk anak semata wayangnya. Keinginannya satu, kelak buah hatinya tersebut bisa menjadi figure hebat dan bermanfaat bagi semua.
Mereka pun berpindah ke makkah. Kota suci itu dipilih agar Fatimah bisa mempertemukan syafi’I dengan keluarga besarnya dari suku quraisy.
Syafi’I menuturkan, langkah ini ditempuh ibunya karena ia khawatir hidup syafi’I sia-sia. “ibuku ingin agar aku seperti keluarga di makkah. Ibuku takut aku kehilangan nama besar keluargaku bila tetap tinggal dan besar di luar makkah.”
Tak hanya itu, Fatimah ingin anaknya belajar bahasa Arab langsung dari suku hudzail. Konon kabilah ini terkenal dengan kefasihan bahasa. Ajaran ini kelah membekas. Imam syafi’I bukan hanya dikenal sebagai ahli fikih, melainkan juga pakar seni sastra dengan kumpulan puisi gubahannya.
Imam asymal (pakar bahasa Arab) berkata, “aku membaca sya’ir-sya’ir dari suku hudzail di depan pemuda dari quraisy yang bernama Muhammad ibn idris (nama imam syafi’i).”
Di makkah, Fatimah tinggal bersama syafi’I kecil di kampung Al-Khaif. Nasab boleh tinggi dan terhormat, tetapi taraf ekonomi mereka di level bawah. Syafi’I menuturkan senduru tentang kondisi ibunya yang miskin.
“aku tumbuh sebagai seorang anak yatim di bawah asuhan ibuku, dan tidak ada harta pada beliau yang bisa diberikan kepada guruku. Ketika itu guruku merasa lega apabila aku menggantikannya saat dia pergi.”
Imam an-nawawi pernah menceritakan bagaimana peran ibu di belakang penguasaan imam syafi’I terhadap fiqh. Ibu imam syafi’I adalah seorang wanita berkecerdasan tinggi tapi miskin. Namun bisa dikatakan kesetiaannya berada di belakang anaklah yang menjadikan imam syafi’I menjadi ilmuwan sejati hingga saat ini. Di mekkah, imam syafi’I dan ibunya tinggal di dekat syi’bu al-khaif. Di sana, meski hidup tanpa suami, sang ibu telah sukses menerjemahkan visi jangka panjang untuk membawa nama harum sang anak ke depan Allah ta’ala. Sekalipun hidup sebatang kara,hal itu tidak menghalangi sang ibu untuk menempatkan anaknya dalam kultur pendidikan agama yang terbaik di mekkah. Sang ibu sadar, ia tidak memiliki uang banyak, namun kecintaannya terhadap Allah dan buah hatinya, sang ibu bisa meluluhkan sang guru untuk rela mengajarimam syafi’I meski tanpa bayaran. Meskipun hidup dalam kemiskinan, imam syafi’I tidak menyerah dalam mencintai islam  dan meniba ilmu. Beliau sampai harus mengumpulkan pecahan tembikar, potongan kulit, pelepah kurma, dan tulang unta sebagai tempat untuk menulis ilmu yang dia dapatkan sampai-sampai tempayan milik ibunya penuh dengan tulang-tulang, pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah bertuliskan hadits-hadits Nabi.
Hingga pada usia sebelum beranjak ke 15 tahun, syafi’I menyampaikan keinginannya kepada sang ibu yang sangat dikasihinya tentang sebuah keinginan seorang anak untuk menambah ilmu diluar mekkah. Mulanya sang bunda menolak. Berat baginya melepaskan syafi’i. dalam sebuah kondisi dimana beliau berharap kelak imam syafi’I tetap berada bersamanya untuk menjaganya di hari tua. Namun demi ketaatan dan kecintaan kepada ibundanya, maka mulanya beliau terpaksa membatalkan keinginan itu. Meskipun demikkian akhirnya sang bunda mengizinkan imam syafi’I untuk memenuhi hajatnya untuk menuntut ilmu ke luar kota. Sebelum melapaskan syafi’I berangkat, ibunda imam syafi’I menjatuhkan doa di tengah rasa haru orang tua kandung memiliki anak yang telah jatuh hati pada ilmu, “ya Allah tuhan yang menguasai seluruh alam! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keridhaan-Mu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut ilmu pengetahuan peninggalan pesuruhmu. Oleh karena itu aku bermohon kepadaMu ya Allah mudahkanlah urusannya. Peliharalah keselamatannya. Panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan ilmu pengetahuan yang berguna amin!”
Setelah usai berdoa, sang ibu memeluk syafi’I kecil dengan penuh kasih saying bersama linangan air mata membanjiri jilbabnya. Ia sangat sedih betapa sang anak akan segera berpisah dengannya. Sambil mengelap air mata dari wajahnya, sang ibu berpesan, “pergilah anakku. Allah bersamamu. Insya Allah engkau menjadi bintang ilmu yang paling gemerlap di kemudian hari. Pergilah sekarang karena ibu telah ridha melepasmu. Ingatlah bahwa Allah adalah sebaik tempat untuk memohon perlindungan!” subhanallah..
Selepas mendengar doa itu, imam syafi’I mencium tangan sang ibu dan mengucapkan selamat tinggal kepada ibunya. Sambil meninggalkan wanita paling tegar dalam hidupnya itu, Imam Syafi’i melambaikan tangan mengucapkan salam perpisahan. Ia berharap ibundanya senantiasa mendo’akan untuk kesejahteraan dan keberhasilannya dalam menuntut Ilmu.
Imam Syafi’i tak sanggup menahan sedihnya, ia pergi dengan lelehan airmata membanjiri wajahnya. Wajah yang mengingatkan pada seorang ibu yang telah memolesnya menuju seorang bergelar ulama besar. Ya ulama besar yang akan kenang sampai kiamat menjelang.
Itulah peran yang ditopang seorang ibu yang selalu memasrahkan buah hatinya kepada Allah berserta kekuatan tauhid yang menyala-nyala. Inilah karakter sejati seorang ibu yang telah menyerahkan jiwa raga anaknya hanya kepada ilmu. Menyerahkan segala aktivitasnya dalam rangka pengabdian kepada Allah. Dari mulai ia melahirkan, mengasuhnya tanpa suami, membesarkannya, hingga mengantar Syafi’i menjadi Imam Besar Umat Islam hingga kini.

0 komentar:

Posting Komentar

Free Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Website templateswww.seodesign.usFree Wordpress Themeswww.freethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree CSS Templates Dreamweaver